PROGRAM
KREATIFITAS MAHASISWA
TRADISIONALISASI
KANTIN KAMPUS FAKULTAS PERTANIAN
UNIEVERSITAS
HASANUDDIN MELALUI PROGRAM :
“BPS (Barongko, Pisang Epe, dan Sarabba) GOES
TO CAMPUS”
BIDANG
KEGIATAN
PKM-GT
Diusulkan oleh :
Muhammad Reski
Ismail (B111
13 052/Angkatan 2013)
Zulaiha Tahir (H12113033/Angkatan 2013)
Rahma (
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan berkat, rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Gagasan Tertulis sebagai Proposal PKM-GT ini tepat pada waktunya.
Dalam
penulisan Gagasan
ini, penulis mendapatkan
banyak masukan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menghaturkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam
penulisan ini terutama kepada :
- Kedua orangtua penulis dan segenap keluarga atas segala bantuan, dukungan, semangat, dan doa yang tidak ada putus-putusnya.
- Romi Librayanto, S.H, M.H selaku pembimbing atas bantuan dan masukan yang sangat membantu dalam penyelesaian naskah akdemik dan rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 ini.
- Dekan dan segenap jajaran Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang senantiasa membantu dalam hal pemberian fasilitas dan dukungan moril pendukung dalam proses penulisan ini.
- Pendamping kami dari UKM KPI Universitas Hasanuddin Kanda Saifullah bersama Kanda Nurfadillah yang tak henti-hentinya meberikan motivasi dan arahan dalam penyusunan Gagasan ini.
- Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala dukungan dan
perhatiannya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya
bagi pembaca dalam memahami Gagasan Tertulis ini.
Makassar, 7 Maret
2015
TIM PKM-GT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan tentang wilayah
negara dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
diatur dalam BAB IX A Pasal 25A yang berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang
berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang.[1]
Apa yang dijelaskan dalam pasal tersebut sebenarnya sudah cukup relevan dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam hasil konvensi Montevideo tahun 1933.
Yang mana suatu negara baru dapat dikategorikan berdaulat jika mempunyai
unsur-unsur : (1) Penduduk yang tetap (Permanent
Population), (2) Wilayah yang jelas (defined
territory), (3) Pemerintah yang berdaulat (excisting government), dan
(4) kemampuan negara untuk melakukan hubungan internasional (ability to establish to communicate with
foreign countries).[2] Ciri nusantara yang melekat pada Negara
Indonesia mengimplikasikan bahwa Wilayah Negara Indonesia terdiri atas
pulau-pulau, yang tiap pulau tersebut memiliki khas dan keragaman
masing-masing. Keragaman ini yang membuat Indonesia sebagai Negara majemuk dan
kaya akan kebudayaan.keseluruhan dengan keragamannya disebut sebagai Kebudayaan
nasional.
Kebudayaan nasional adalah
kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional
menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yaitu : Kebudayaan nasional yang
berlandaskan Pancasila adalah
perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan
merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat
dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna
pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan
demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan
Asli bagi Masyarakat Pendukungnya. Kebudayaan
nasional dalam pandangan Ki
Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari
kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin
dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada
kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional,
serta bahasa nasional.
Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat
dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun
asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah
kebudayaan nasional”[3]. Kebudayaan nasional yang
beragam dan tersebar di seluruh penjuru nusantara mempunyai ke-khasan
masing-masing serta produk dari budaya tersebut misalnya bahan sandang (kain
sutera, tenun), pangan (makanan tradisional) maupun papan (rumah adat).
Produk kebudayaan di berbagai daerah di
Indonesia terus menuai tantangan, perkembangan teknologi serta globalisasi
menjadi hal yang kontras dengan perkembangan budaya lokal karena masyarakat
Indonesia cenderung lebih bangga menggunakan atau mengonsumsi produk luar
negeri. Hal ini berimplikasi terhadap kurangnya minat belajar dan menggunakan
produk lokal, produk luar negeri ala Barat kini menjadi gaya hidup yang banyak
ditiru oleh Masyarakat Indonesia. Padahal jika dilakukan komparasi antara
produk Luar negeri dengan Produk lokal dapat kita simpulkan bahwa kualitas dari
keduanya ternyata bersaing atau punya karakter dan kelebihan masing-masing.
Menjadi suatu kewajiban bagi segenap elemen masyarakat Indonesia untuk
membudayakan upaya konsumsi produk lokal/dalam negeri khususnya produk
daerah-daerah yang ada di Indonesia. Upaya tersebut harus dimulai dengan
hal-hal yang sederhana serta oleh pemuda-pemuda sebagai penerus bangsa yang
kini banyak menjadi konsumen produk luar negeri/barat, menurut penulis
Mahasiswa dengan fungsi dan perannya merupakan elemen yang sangat penting dan
berkewajiban menjadi motor penggerak dalam upaya-upaya pemeliharaan Budaya
Nasional serta produk lokal.
Salah satu daerah yang mempunyai ragam
budaya yang melimpah serta produk kebudayaannya adalah Sulawesi-selatan. Pantai
Bira, ammotoa di Kajang, Tana Toraja serta banyak lagi kekayaan budaya yang
menjadikan Sulawesi-selatan menjadi tujuan destinasi wisata budaya. selain itu,
makanan tradisional yang khas seperti Konro, Coto mangkasara’, gogoso, sarabba,
pisang epe, barongko dan kuliner lainnya semakin memperkaya ragam produk lokal
di tanah pengerajin perahu phinisi (butta
panrita lopi) ini. Namun cukup disayangkan efek dari globalisasi tidak
hanya mereduksi kebudayaan di Sulawesi-selatan tetapi juga mengubah sedikit
demi sedikit gaya hidup dari masyarakat Sulawesi-selatan khususnya
pemuda-pemudanya. Hal ini perlu dierhatikan dan diupayakan solusi sebagai
langkah nyata untuk memelihara budaya lokal serta menumbuh kembangkan semangat
cinta produk lokal. Menurut hemat penulis, seharusnya Mahasiswa yang tersebar
di berbagai perguruan tinggi di Sulawesi-selatan menjalankan peran dan
fungsinya sebagai penjaga nilai (guardian
of value). Ada banyak cara yang bisa dilakukan guna memelihara budaya lokal
serta menumbuh kembangkan budaya cinta produk lokal, misalnya festival makanan
tradisional.
Universitas Hasanuddin (UNHAS) merupakan
salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Sulawesi-selatan Makassar dengan
jumlah mahasiswa yang tidak sedikit. Penulis menjadikan UNHAS sebagai sasaran
untuk dialakukan upaya pemeliharaan produk lokal dalam hal ini makanan
tradisional. UNHAS yang sekarang telah beralih status menjadi Perguruan Tinggi
Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Perubahan status menjadi PTN-BH berdampak pada
sistem manajemen kampus, baik dari segi kebijakan serta regulasi-regulasi yang
kini mengibiri hak serta fungsi mahasiswa yang ideal. Selain itu, yang cukup
membutuhkan perhatian lebih ialah belum adanya sistem yang proporsional dalam
bidang pengelolaan keuangan dalam hal ini UKT (Uang Kuliah Tunggal). PTN-BH
yang sifatnya lebih mirip dengan Perguruan Tinggi Swasta maka UNHAS punya
kewenangan penuh untuk menerapkan sendiri otonomi kampus. Salah satu kebijakan
dari otonomi kampus UNHAS adalah penertiban kantin-kantin yang dikelola mace-mace[4]
kampus di tiap fakultas, dan yang paling baru adalah penggusuran kantin mace-mace di fakultas pertanian UNHAS
kemudian direncanakan untuk mengganti dengan kantin yang sifatnya lebih
komersial bagi pihak kampus. Penertiban kantin dengan cara menggusur bukanlah
solusi yang baik karena tentu saja hal ini terlihat mengarah pada usaha melumpuhkan
mata pencaharian mace-mace.
Untuk itu kami menawarkan gagasan terkait
upaya pemeliharaan Budaya daerah serta budaya untuk menumbuh kembangkan
kecintaan masyarakat Makassar, khususnya Pemuda (mahasiswa) pada produk lokal (makanan tradisional) dengan cara
Tradisionalisasi Kantin Kampus Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
melalui Program “BPS (Barongko, Pisang Epe, dan Sarabba) Goes
To Campus”. Sebagai sasaran awal sengaja penulis pilih Fakultas pertanian
mengingat adanya upaya-upaya penggusuran mace-mace, gagasan ini dimaksudkan
untuk memberikan tempat bagi mace-mace untuk berdagang dengan barang dagangan BPS (Barongko,
Pisang Epe, dan Sarabba) serta alasan yang akan diuraikan pada bagian
gagasan di prposal ini.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan Gagasan ini yaitu :
- Untuk menjadi refleksi dalan upaya Menjaga dan memelihara Kebudayaan serta produk lokal Daerah Sulawesi-Selatan
- Untuk menjaga eksistensi serta membudayakan mengonsumsi makanan tradisional Sulawesi-selatan
- Sebagai bentuk kritik dan solusi dalam menghadapi perubahan status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum Universitas Hasanuddin
C.
Manfaat
1.
Memberikan solusi terhadap masalah pendegradasian
nilai-nilai lokal/tradisional di Sulawesi-selatan.
2.
Memberikan alternatif bagi mace-mace fakultas pertanian untuk
mengelola kantin tradisional
3.
Memberikan tempat berdiskusi bagi civitas
akademika Universitas Hasanuddin dengan suguhan jajanan tradisional yang
ekonomis.
BAB II
GAGASAN
A. Kondisi
kekinian
Dewasa
ini, kebudayaan lokal Sulawesi Selatan sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh
budaya Barat. Hampir di semua lini kehidupan telah bercampur dengan budaya
asing, tentunya hal ini dapat berdampak hilangnya budaya asli Sulawesi Selatan.
Salah satu bentuk pendegradasian semangat cinta Budaya serta produk lokal
adalah kurangnya minat masyarakat khususnya Pemuda terhadap upaya-upaya
pemeliharaan dan pengembangan Budaya Lokal. Kebudayaan serta Produk Lokal
seperti jajanan tradisional sering diacuhkan dan tidak lagi digandrungi oleh
masyarakat khususnya pemuda Sulawesi Selatan. Jika hendak dikaji sebenarnya
pemuda seharusnya punya peran vital dalam upaya menghidupkan nilai-nilai
tradisional agar tidak tergerus oleh zaman. Pemuda di tiap tingkatan baik Pelajar
hingga kaum Terpelajar di Sulawes Selatan seharusnya menjadi garda terdepan
untuk memelihara dan mengupayakan eksistensi dari Produk Lokal dalam hal ini
jajanan tradisional daerah. Hampir di seluruh Perguruan Tinggi di Makassar
kurang memperhatikan budaya cinta Jajanan Tradisional. Hal ini bias dilihat
melalui kantin-kantin yang menjajakan makanan ala Barat sehingga perlu upaya
konkret untuk menanamkan budaya cinta jajanan tradisional melalui kantin-kantin
kampus di Perguruan Tinggi yang tersebar di wilayah Makassar.
Universitas
Hasanuddin Makassar yang merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
bagian Timur yang menjadi sasaran utama kami sebagai tempat pelaksanaan upaya
tradisionalisasi kantin, melihat sangat minimnya pedagang yang menjajakkan
makanan tradisional diseluruh kantin Fakultas di Universitas Hasanuddin.
Disetiap sudut kampus merah ini, terdapat kantin yang menjajakkan berbagai
jenis makanan, namun sangat sulit mendapatkan makanan yang bernuansa
tradisional. Seringkali, mahasiswa harus mengitari koridor kampus untuk mencari
kantin yang menjajakkan makanan tradsional yang ingin dinikmati karena harganya
yang tergolong murah (ekonomis). Makanan tradisional seperti “Sanggara Unti, Pisangepe, Barongo, dan
Sarabba” yang paling langka di Universitas Hasanuddinm, sehingga terpaksa
harus mengomsumsi jajanan ala barat yang disediakan di kantin-kantin yang tentu
saja harganya lebih mahal. Di sisi lain, Universitas Hasanuddin baru saja disahkan
sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Dampak nyata dari
perubahan status ke PTN-BH adalah UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang dibebankan
sering tidak proporsional dan tergolong mahal, dan yang paling tidak adil
adalah upaya penggusuran kantin-kantin (mace-mace)
yang telah lama menggantungkan hidupnya sebagai pedagang di kantin kampus
merah.
Tradisionalisasi Kantin
Kampus merupakan solusi yang punya banyak kenggulan, selain sebagai budaya
pemeliharaan jajanan tradisional, dari segi harganya juga tergolong ekonomis,
keunggulan lainnya ialah mahasiswa bisa menikmati waktu senggang bersama
kawan-kawan menikmati hangatnya Sarabba
sibawa Sanggara unti (sarabba:
minuman yang terbuat dari jahe, sibawa sanggara unti: bersama pisang goreng),
tak hanya mahasiswa yang dapat menikmati waktu senggang dengan bersantai
menikmati makanan khas Indonesia timur. Para dosen dan staf akan ikut serta
menikmati sensasi yang tercipta dari kenikmatan Barongko (Barongko: kue yang
terbuat dari pisang yang dikemas didalam daun pisang, sangat cocok untuk
dinikmati dipagi hari. Barongko yang masih hangat sangat lezat dinikmati saat
cuaca dingin). Suasana dengan keramaian dan menikmati lezatnya makanan
tradisional, memperbincangkan berbagi hal, ada hal yang dirindukan banyak
orang. Di kampus merah hampir di semua kantin-kantin dikelola oleh ibu-ibu yang
dalam bahasa daerahnya “mace-mace”. Kantin mace-mace[5] hanya
beratapkan tenda berwarna biru, tapi suasana yang ditampilkan sangat
mengingatkan terhadap rumah sendiri dan kampung halaman.
B. Solusi
yang pernah ditawarkan
Salah
satu solusi yang pernah ditawarkan adalah diadakannya festival makanan
tradisional di Universitas Hasanuddin, yang banyak dikunjungi oleh mahasiswa
maupun staf/dosen. festival Jajanan Tradisional merupakan implementasi nyata
betapa Makanan tradisional Sulawesi Selatan selalu menjadi primadona dan sering
dirindukan oleh banyak orang. Kegiatan seperti ini tentunya membawa angin segar
bagi usaha menumbuh kembangkan semaangat cinta produk tardisional yang kini
tengah digempur oleh makanan instan dan makanan ala barat. Namun yang menjadi
kelemahan dari Kegiatan ini ialah sifatnya yang momentuman, padahal kebutuhan
akan usaha-usaha eksistensi Jajanan tradisional harus terus dihidupkan bahkan
penting untuk dibudayakan di Lingkungan kampus, sehingga perlu usaha-usaha yang
lebih nyata dan tidak momentuman.
Solusi
lain yang pernah ditawarkan adalah Go Pangan Lokal dengan salah satu programnya
menantang orang untuk mengonsumsi pangan lokal. Program ini eksis di media
sosial (facebook) beberapa bulan lalu. Hal ini menarik dan banyak diminati oleh
masyarakat pada waktu itu. Hanya saja program tersebut tidak berlanjut dan
berhenti di tengah jalan, selain itu upaya advertising di media sosial
(facebook) tidak bersifat universal karena masih banyak orang-orang yang belum
aktif di media sosial (facebook). Kelemahan-kelemahan metode untuk peningkatan
budaya cinta Produk lokal perlu diperhatikan dan diupayakan metode baru yang
lebih inovatif. Tradisionalisasi Kantin merupakan solusi yang baik guna
peningkatan minat sekaligus bentuk pemeliharaan dan peningkatan semangat cinta
Produk dalam negeri dalah hal ini Jajanan Tradisional.
C. Sejauh mana kondisi kekinian dapat dipengaruhi dengan
gagasan yang ada
Budaya
Mahasiswa yang lebih berat mengarah ke budaya luar negeri/barat tentu bisa
mereduksi keberadaan Budaya lokal, upaya tradisionalisasi kantin kampus tentu
akan memberi dampak positif pada eksistensi jajanan tradisional serta fungsi
mace-mace di Universitas Hasanuddin. Menajaga serta memelihara Produk lokal
dalam hal ini jajanan tradisional dapat secara nyata dilakukan melalui
tradisionalisasi kantin ini. Disamping untuk membudayakan pangan lokal, harga
dari makanan tradisional ini tentunya lebih murah.
D. Pihak-Pihak
yang terlibat
Perencanaan
serta pola pelaksanaan tradisionalisasi Kantin Kampus Universitas Hasanuddin
khususnya Fakultas Pertanian tentunya merupakan konsep bersama atau komunal,
dimana segenap elemen civitas akademika Universitas Hasanuddin terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung di dalamnya. Proporsionalisasi fungsi
masing-masing elemen dianggap perlu mengingat fungsi dan kedudukan
masing-masing elemen, untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut :
1. Pihak
Universitas
Sebagai lingkungan akademik serta
penentu dan pelaksana kebijakan otonomi kampus Universitas Hasanuddin maka
unsur esensial bagi Kegiatan ini adalah segenap civitas kampus merah. Mulai
dari rektorat sampai ke unit-unit pelakasana teknis. Pihak rektorat dalam hal
ini Rektor Universitas hasanuddin bekerjasama dengan jajarannya memberikan
dukungan baik secara moril maupun materil serta kesediaanya merekomendasikan
kepada Pihak Fakultas dalam hal ini Fakultas Pertanian untuk mempersiapkan
serta melaksanakan teknis yang akan ditawarkan melalui gagasan tertulis ini.
2. Pihak
Fakultas Pertanian
Fakultas Pertanian sebagai sasaran
tempat pelaksanaan projek ini merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya,
dukungan dalam bentuk kesediaan dari pihak dekanat untuk mempersiapkan lokasi
serta kebijakan yang sifatnya fakultatif adalah hal yang paling urgen. Selain
penyediaan lokasi dan pengaturan
kantin mace-mace, serta penyediaan bahan mentah untuk
diolah menjadi produk makanan tradisional juga mesti diusahakan, mengingat
keilmuan dari Fakultas Pertanian yang sangat mampu mengakomidir kebutuhan Bahan
Pangan Jajanan Tradisonal. Kerjasama dalam hal penyediaan bahan pangan lokal
yaitu Pisang, Daun Pisang, Buah Kelapa, serta bahan-bahan lainnya bisa
dijadikan produk dari Fakultas
Pertanian.
3. Mahasiswa
dan Dosen
Sebagai sasaran dari produk atau gagasan
Tradisionalisasi Kantin Kampus Unhas, segenap civitas akademika Universitas
Hasanuddin juga berfungsi sebagai media advertising dalam lingkup internal
maupun eksternal. Hal ini dimaksudkan agar eksistensi dari produk pangan local
ini bisa menjadi komoditas yang digemari.
D.
Langkah Strategis
Sebagai implementasi dari ide
Tradisionalisasi Kantin Kampus Unhas, perlu untuk diterapkan langkah-langkah
strategis guna pengaktualisasian Projek ini. Adapun langkah strategis yang akan
dilaksanakan yaitu :
1. Proses
Prposal
Pengajuan gagasan kepada pihak rekotrat
dan dekanat merupakan langkah awal sebelum melaksanakan projek ini, hal ini
dimaksudkan untuk memperoleh dukungan dari pihak Kampus Unhas. Selain kepada
Rektorat dan dekanat, pengajuan kerjasama juga perlu dilakukan kepada pengelola
Kantin kampus Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
2. Tahap
Produksi
Setalah mendapatkan rekomendasi dan
dukungan dari Pihak Universitas dan fakultas serta kesediaan dari Pengelola
Kantin Kampus, selanjutnya dilakukan usaha penyediaan bahan untuk diolah. Bahan
yang akan diolah idealnya berasal dari produksi fakultas pertanian. Bahan yang
dibutuhkan untuk membuat Sarabba, Pisang goring (Sanggara Unti), Pisang Epe,
dan barongko yaitu Pisang, Daun Pisang, Lengkuas, Kelapa, dan Merica. Untuk
proses pengelolaannya menjadi makanan tradisional, perlu diadakan pembimbingan
dan hal ini tidak terlalu susah karena makanan ini adalah khas makanan
tradisonal Sulawesi Selatan.
3. Marketing
Makanan Tradisional yang dijual di
Kantin Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin selanjutnya dijual dengan
harga ekonomis. Hal yang menunjang daya jual adalah promosi sehingga perlu
dibentuk tim khusus untuk mempromosikan Kantin Tradisional ini. Unit Kegiatan
Mahasiswa seperti Koran Lokal (identitas),
Radio Kampus, serta media sosial merupakan media advertising yang ideal
untuk mempromosikan Kantn Tradisional. Kantin Tradisional ini juga tentunya
bisa menjadi tempat diskusi bagi dosen maupun mahasiswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisionalisasi
Kantin Kampus Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin melalui Program “BPS (Barongko,
Pisang Epe, dan Sarabba) Goes To Campus” merupakan solusi yang paling
ideal melihat kondisi kekinian Permasalahan degradasi budaya daerah
Sulawesi-selatan serta kondisi Universitas Hasanuddin dengan otonomi kampusnya.
Sinergi dari kedua permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan proporsionalisasi
manajemen kampus. Permasalahan degradasi budaya tidak seharusnya dipandang
secara partikulir, butuh kajian secara mendalam dan menyuluruh guna memperoleh
solusi-solusi yang sederhana dan praktis. Melalui Program ini, diharapkan
permasalahan yang dibahas pada bagian pendahuluan proposal ini bisa
terselesaikan dengan baik.
B. Saran
Diperlukan
upaya lebih lanjut dan lebih umum terkait penguatan dan penanaman nilai-nilai
cinta budaya serta produk lokal di kalangan pemuda Sulawesi-selatan. Ada banyak
solusi yang tentunya bisa dijadikan solusi melihat kondisi kekinian di
Sulawesi-selatan secara umum. Gagasan ini dimaksudkan sebagai masukan dalam
melihat permasalahan yang terjadi di sekitar penulis.
[1]
Pasal 25A UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 (Hasil Perubahan II)
[2] Lihat Naskah akademik usul
perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dari Komisi Konstitusi,
(2004), hal 93-94
[3] Direktorat Sejarah dan Nilai Tradsional, Kongres Kebudayaan
1991: Kebudayaan Nasional Kini dan di Masa Depan
[4]
mace-mace adalah ibu-ibu yang
berdagang di kantin kampus Universitas Hasanuddin, mace-mace adalah penduduk
asli maupun pendatang yang tinggal di sekitar kampus UNHAS Tamalanrea.
[5] Warung sederhana tempat
berkumpulnya mahasiswa diwaktu senggang, bersantai, dan disuguhkan kopi panas
dan beberapa makanan tadisional yang disajikan dari ibu-ibu yang sangat ramah)
0 komentar:
Post a Comment