BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum adalah suatu
aturan atau kaidah yang terdapat dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Hukum
memiliki sifat yang berwujud dan tidak berwujud. Hukum yang berwujud
adalah hukum tertulis yang sudah terkodifikasi dalam satu kitab, sedangkan
hukum yang tidak berwujud adalah hukum tidak tertulis seperti hukum adat. Adat
adalah kebiasaan suatu masyarakat yang dilakukan terus menerus, dipertahankan
oleh penduduknya dan juga mempunyai sanksi. Kebiasaan adalah cerminan
kepribadian suatu bangsa.
Jadi Hukum Adat merupakan
seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah.
Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat. Hukum
adat juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke
zaman, namun proses dalam perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada
pula yang lambat sesuai dengan perkembangan masyarakat tertentu.
Sumber Hukum Adat
adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan
dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang, maka hukum adat memiliki
kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Adapun Penegak hukum adat adalah
pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam
lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
Hukum adat
merupakan hukum yang dinamis, berubah sesuai zaman. Walaupun tidak tertulis di
sebuah buku aturan yang jelas, tapi setiap orang yang mengetahui dan
memahaminya akan selalu patuh di bawahnya, karena hukum adat adalah
sesuatu
yang sakral dan harus diikuti selama tidak menyimpang dari rasa keadilan.
Hukum adat yang juga
merupakan peraturan adat istiadat sudah ada semenjak zaman kuno dan zaman
pra-Hindu. Hingga akhirnya masuklah kultur-kultur budaya masyarakat luar yang
cukup mempengaruhi kultur asli pada daerah tersebut. Seperti datangnya kultur
Hindu, kultur Islam, dan kultur Kristen, sehingga hukum adat yang ada pada saat
ini merupakan akulturasi dari berbagai kultur pendatang.
Unsur-unsur yang
menjadi dasar pembentukan Hukum Adat adalah sebagai berikut; Pertama adalah
kegiatan yang sebenarnya dengan melalui penelitian-penelitian, Kedua adalah
dengan menggunakan kerangka mengenai unsur-unsur hukum yang dapat dibedakan
antara unsur idiil dan unsur riil. Unsur idiil terdiri dari rasa susila, rasa
keadilan, dan rasio manusia, rata susila merupakan suatu hasrat dalam diri
manusia untuk hidup dengan hati nurani yang bersih. Ketiga adalah dengan
mempergunakan ketiga unsur tersebut sehingga dihasilkan suatu gambaran
perbandingan yang konkret.
Tapi yang akan lebih
jauh dikaji ialah sistem hukum adat, dimana suatu sistem hukum sudah hidup dan
berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, setiap hukum merupakan suatu sistem
yang peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas
kesatuan pemikiran, begitu pula hukum adat. Sistem hukum adat bersendi atas
dasar-dasar pemikiran bangsa indonesia, yang tidak sama dengan yang ada dalam
sistem hukum barat. Agar kita sadar terhadap sistem hukum adat, kita
harus mengetahui dasar-dasar pemikiran yang hidup didalam masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu untuk memahami lebih lanjut, akan di bahas masalah sistem hukum adat
tersebut
Menurut Prof. Dr. R.
Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan sistem hukum
adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat.
Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang pengertian sistem hukum adat ?
2. Apa Perbedaan sistem hukum adat dan hukum
barat ?
3. Apasaja bagian hukum adat ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian sistem hukum adat.
2. Untuk memahami mengenai perbedaan sistem hukum
adat dan hukum barat.
3. Untuk mengidentifikasi bagian dari hukum adat.
D. MANFAAT
1. Semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan bagi pembaca dalam mengkaji dan memahami, suatu Sistem Hukum Adat
yang berlaku di masyarakat adat hingga saat ini.
2. Sebagai bahan banding atau referensi bagi
pembuat makalah selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HUKUM ADAT
Secara bahasa hukum
adat terbagi dari dua kata yakni hukum dan adat. Hukum adalah kumpulan aturan
atau norma yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi, dan yang membuat hukum
adalah orang yang memiliki kewenangan atasnya. Sedangkan kata adat,
menurut Prof. Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta karena menurutnya istilah ini telah
dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato.
A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.
Dan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb) yg lazim
diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. Karena istilah Adat yang telah
diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat
dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Beberapa definisi
hukum adat yang dikemukakan para ahli hukum, antara lain sebagai berikut:
1. Prof. Van Vallenhoven, yang
pertama kali menyebut hukum adat memberikan definisi hukum adat sebagai : “
Himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur
asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain
berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat). Abdulrahman , SH menegaskan rumusan Van
Vallenhoven dimaksud memang cocok untuk mendeskripsikan apa yang dinamakan Adat
Recht pada jaman tersebut bukan untuk Hukum Adat pada masa kini.
2. Prof. Soepomo, merumuskan Hukum Adat: Hukum
adat adalah synomim darihukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislative (statuary
law), hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum Negara
(Parlemen, Dewan Propinsi dan sebagainya), hukum yang hidup sebagai peraturan
kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota maupun di
desa-desa.
3. Prof. Soekanto, merumuskan hukum adat: Komplek
adat adat inilah yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat
paksaan mempunyai sanksi (dari itu hukum), jadi mempunyai akibat hukum, komplek
ini disebut Hukum Ada.
4. Prof. Soeripto: Hukum adat adalah semua
aturan-aturan/ peraturan-peraturan adat tingkah laku yang bersifat hukum di
segala kehidupan orang Indonesia, yang pada umumnya tidak tertulis yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat para anggota
masyarakat, yang bersifat hukum oleh karena ada kesadaran keadilan umum, bahwa
aturan-aturan/ peraturan itu harus dipertahankan oleh petugas hukum dan petugas
masyarakat dengan upaya paksa atau ancaman hukuman (sanksi).
5. Hardjito Notopuro: Hukum Adat adalah hukum
tidak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas yang merupakan pedoman
kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata keadilan dan kesejahteraan masyarakat
dan bersifat kekeluargaan.
6. Suroyo Wignjodipuro: Hukum adat adalah suatu
kompleks norma-norma yang bersumber apaada perasaan keadilan rakyat yang selalu
berkembang serta meliputi peraturan tingkat laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak
tertulis, karena mempunyai
akibat hukum (sanksi).
7. Seminar Hukum Adat dan pembinaan Hukum
Nasional: Hukum adat diartikan sebagai Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis
dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang disana sini mengandung
unsur agama.
8. Sudjito Sastrodiharjo menegaskan: Ilmu hukum
bukan hanya mempelajari apa yang disebut das sollen,
tetapi pertama kali harus mengingat das sein. Hukum adat merupakan
species dari hukum tidak tertulis, yang merupakan genusnya.
Jadi Hukum
Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang
masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke
zaman, namun proses dalam perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada
pula yang lambat sesuai dengan perkembangan masyarakat tertentu.
B. PERBEDAAN
HUKUM ADAT DAN HUKUM BARAT
Sistem
hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa Indonesia yangsudah pasti
berlainan dengan pemikiran yang menguasai hukum Barat. Dan untuk dapat memahami
serta sadar akan hukum adat, orang harus memahami dasar-dasar pemikiran yang
hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Hukum adat
memiliki corak-corak sebagai berikut:
1. Mempunyai sifat kebersamaan
atau komunal yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk
dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan ini meliputi seluruh
lapangan hukum adat.
2. Mempunyai corak religio-magis
yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia.
3. Hukum adat diliputi oleh
pikiran penataan serba konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan
banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan hidup yang konkrit.
4. Hukum adat mempunyai sifat
yang visual, artinya perhubungan hukum dianggap hanya terjadi, oleh karena
ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat.
Antara
sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan yang
fundamental, seperti:
1. Hukum Barat mengenal
“zakelijke rechten” dan “persoonlijke rechten”. “Zakelijke rechten” adalah hak
atas benda yang bersifat “zakelijk”, artinya berlaku terhadap tiap orang, jadi
merupakan hak mutlak/absolut. “Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu
objek yang hanya berlaku terhadap sesuatu orang lain tertentu, jadi merupakan
hak relatif. Hukum adat tidak mengenal pembagian hak dalam dua golongan seperti
di atas. Hak-hak menurut sistem hukum adat perlindungannya ada di tangan hakim.
2. hukum Barat mengenal
perbedaan antara hukum publik dan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal
perbedaan ini. Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya
disebabkan karena corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum
Barat dan pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu juga jauh
berlainan.
3. Aliran dunia Barat bersifat
liberalistis dan bercorak rasionalistis intelektualistis. Aliran Timur,
khususnya Indonesia bersifat kosmis, tidak ada pembatasan antara dunia lahir
dan dunia gaib; dunia manusia berhubungan erat dengan segala hidup di dalam
alam ini.
4. Pelanggaran-pelanggaran hukum
menurut sistem hukum barat, dibagi-bagi dalam golongan peanggaran yang bersifat
pidana dan harus diperiksa oleh hakim pidana atau(strafrechter), dan pelanggaran-pelanggaran yang hanya
mempunyai akibat dalam lingkup perdata, maka pelanggaran-pelanggaran itu harus
diadili oleh hakim perdata.
C. SISTEM HUKUM ADAT
Menurut Prof. Dr. R.
Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan sistem hukum adat antara lain
Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat. Berikut akan
dijelaskan mengenai hal tersebut.
A. Bahasa Hukum
Maksud dari Bahasa
hukum adalah kata-kata yang dipakai terus-menerus untuk menyebut dengan
konsekuen suatu perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah yang
mempunyai isi yang tertentu. Bagi hukum adat di Indonesia, pembinaan bahasa
hukum adalah soal yang minta perhatian khusus kepada para ahli hukum Indonesia.
Bahasa
hukum lahir dan tumbuh setapak demi setapak. Kata-kata yang terus-menerus dipakai
dengan konsekuen untuk menyebut suatu perbuatan atau keadaan, lambat laun
menjadi istilah yang memiliki isi dan makna tertentu.
Hukum
Barat telah memiliki istilah-istilah hukum teknis yang dibina berabad-abad oleh
para ahli hukum, para hakim dan oleh pembentuk undang-undang. Hukum adat,
pembinaan bahasa hukum ini justru masih merupakan suatu masalah yang sangat
meminta perhatian khusus pada para ahli hukum Indonesia. Baik Van Vollenhoven
dan Ter Haar, mengemukakan dengan jelas betapa pentingnya soal bahasa-hukum
adat bagi pelajaran serta pengertian sistem hukum adat dan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan hukum adat selanjutnya.
Bahasa
hukum adalah bukan sesuatu yang dapat diciptakan dalam satu dua hari saja,
tetapi harus melalui suatu proses yang cukup lama. Bahasa rakyat yang
bersangkutanlah merupakan bahasa yang pertama-tama yang sanggup melukiskan
perasaan rakyat dimaksud secara tepat.
Dan
oleh karena itulah pada zaman kolonial Belanda dahulu terjemahan
istilah-istilah hukum adat dalam bahasa Belanda yang pada zaman itu orang
menganggap seolah-olah isi serta artinya sudah lama, sesungguhnya merupakan
suatu kesalahan, sebab istilah-istilah dalam bahasa asing dimaksud ternyata
tidak dapat melukiskan makna yang terkandung dalam istilah-istilah bahasa
aslinya. Sebagai Contoh: Pada zaman
Hindia-Belanda, istilah yang digunakan untuk menyebut kata jual dan sewa dengan
Bahasa Belanda yaitu dengan istilahvarkopen dan huren, seolah-olah
arti istilah varkopen dan huren sama dengan
arti jual dan sewa dalam istilah hukum adat.
Dalam ilmu hukum adat
sendiri istilah jual berarti mengenai pengoperan hak (overdracht) dari
seseorang kepada orang lain. Ada tiga jenis pengoperan yang juga menggunakan
istilah jual, dan dalam pengoperan tersebut berlaku dengan pembayaran kontan
dari pihak pembeli. Lain halnya dengan istilah verkopen, yang
dimaksud dengan verkopen adalah sistem hukum barat tentang
suatu perbuatan hukum yang bersifat obligatoir, artinya verkoper berjanji
dan wajib mengoperkan barang yang di verkoop kepada pembeli dengan tidak
dipersoalkan apakah harga barang itu dibayar kontan atau tidak.
Dari apa yang telah
dijelaskan diatas, maka kata jual sebagai istilah hukum adat tidaklah sama
artinya dengan kata verkopen sebagai istilah hukum barat.
Dalam sistem hukum adat, pembelian barang dengan tidak membayar kontan bukanlah
termasuk perbuatan jual, melainkan temasuk dalam golongan hutang piutang.
Dalam sistem hukum adat, segala perbuatan dan keadaan yang
bersifat sama disebut dengan istilah yang sama pula. Misalnya istilah gantungan
dipakai untuk menyebut segala keadaan yang belum bersifat tetap.
B. Pepatah Adat
Di
berbagai lingkaran hukum adat terdapat pula pepatah adat yang sangat berguna
sebagai petunjuk tentang adanya sesuatu peraturan hukum adat. Berikut cnntoh pepatah dari daerah
Batak:
“Molo metmet binanga,
na metmet do dengke”
“Molo gadang binanga,
gadang dengke”
Dalam bahasa
Indonesia:
“Jika (anak) sungai
kecil, maka ikannya juga kecil,
“Jika (anak)
sungai besar, maka ikannya juga besar”
Perumpamaan ini mengandung dasar hukum, bahwa upah bagi
mereka yang menyelesaikan sesuatu soal hukum harus seimbang dengan pentingnya
soal tersebut.
Dari daerah
Minangkabau:
“Sakali aye gadang,
sakali tapian beranja,
“Sakali raja ba(r)
ganti, sakali adat berobah”
Dalam bahasa Indonesia
:
“Apabila air meluap,
tempat pemandian bergeser.
“Apabila ada
penggantian raja, maka adat akan bergati juga”
Pepatah ini mengandung
pengertian, bahwa adat tidak statis melainkan berubah menurut perubahan yang
berlaku dengan penggantian kepala adat.
Prof.
Snouck Hurgronje menegaskan bahwa pepatah adat tidak boleh dianggap sebagai
sumber atau dasar hukum adat. Pepatah adat harus diberi interpretasi yang tepat
agar terang maknanya. Pepatah adat memang baik untuk diketahui dan disebut,
akan tetapi pepatah itu tidak boleh dipandang sebagai pasal-pasal kitab undang-undang
pepatah adat tidak memuat peraturan hukum positif.
Vergouwen
menulis bahwa pepatah adat tidak mempunyai sifat normatif seperti pasal
undang-undang. Pepatah itu hanya mengandung aliran hukum dalam bentuk yang
menyolok saja. Ter Haar berkata bahwa pepatah adat bukan merupakan sumber hukum
adat, melainkan mencerminkan dasar hukum yang tidak tegas. Prof. Soepomo
menegaskan bahwa pepatah adat memberi lukisan tentang adanya aliran hukum yang
tertentu.
C. Penyelidikan Hukum Adat
Berlakunya sesuatu
peraturan hukum adat tampak dalam putusan (penetapan) petugas hukum, misalnya
putusan kumpulan desa, putusan kepala adat dan sebagainya. Yang dimaksud dengan putusan atau penetapan itu ialah
perbuatan atau penolakan perbuatan (non-action) dari pihak petugas hukum
dengan tujuanmemelihara atau untuk
menegakkan hukum.
Maka dari itu
penyelidikan hukum adat haruslah ditujukan kepadaResearch tentang putusan-putusan petugas hukum, selain itu kita
juga harusmenyelidiki kenyataan
sosial (social reality), yang merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk
menentukan putusan-putusannya.
Cara atau metode penyelidikan setempat adalah
mendekati para pejabat desa, orang-orang tua, para cerdik pandai, rang-orang
terkemuka di daerah yang bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan yang akan
ditanyakan harus hanya fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian
yang telah dialami atau diketahui sendiri oleh mereka.
Perlu kita ketahui
bahwa dalam penyelidikan hukum adat yang menentukan bukan banyaknya jumlah
perbuatan yang terjadi, meskipun jumlah itu adalah penting sebagai petunjuk
bahwa perbuatan itu adalah dirasakan sebagai hal
yang diharuskan oleh masyarakat. akan tetapi yang penting adalah suatu
perbuatan itu benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai hal yang memeng
sudah seharusnya. Maka dari itulah kita sudah dapat menarik kesimpulan adanya
norma hukum.
maka
agar memperoleh bahan-bahan yang tepat serta berharga tentang hukum adat
perhatian harus diarahkan kepada berikut ini:
a. Research tentang
putusan-putusan petugas hukum ditempat yang bersangkutan.
b. Sikap penduduk dalam hidupnya
sehari-hari terhadap hal-hal yang sedang disoroti dan diinginkan mendapat
keterangan dengan melakukan field research itu.
Untuk
mendapatkan hasil penyelidikan sebagaimana mestinya, kenyataan sosial yang
merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk menentukan putusan-putusannya,
wajib pula diindahkan serta dipahami. Cara melakukan Field
Research wajib menemui para
pejabat desa, orang-orang tua, orang terkemuka, serta menanyakan fakta-fakta
yang telah dialami atau diketahui sendiri oleh mereka itu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hukum Adat merupakan seperangkat norma
dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di
perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat. Hukum
adat juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke
zaman, namun proses dalam perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada
pula yang lambat sesuai dengan perkembangan masyarakat tertentu.
Kemudian
ada perbedaan yang fundamentall antara sistem hukum adat dan sistem hukum
Barat, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hukum Barat mengenal “zakelijke
rechten” dan “persoonlijke rechten”. “Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat “zakelijk”,
artinya berlaku terhadap tiap orang, jadi merupakan hak mutlak/absolut. “Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu objek yang hanya berlaku terhadap
sesuatu orang lain tertentu, jadi merupakan hak relatif. Hukum adat tidak
mengenal pembagian hak dalam dua golongan seperti di atas. Hak-hak menurut
sistem hukum adat perlindungannya ada di tangan hakim.
b. hukum Barat mengenal perbedaan
antara hukum publik dan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini.
Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya disebabkan
karena corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum Barat dan
pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu juga jauh berlainan.
c. Aliran dunia Barat bersifat
liberalistis dan bercorak rasionalistis intelektualistis. Aliran Timur,
khususnya Indonesia bersifat kosmis, tidak ada pembatasan antara dunia lahir
dan dunia gaib; dunia manusia berhubungan erat dengan segala hidup di dalam
alam ini.
Pelanggaran-pelanggaran
hukum menurut sistem hukum barat, dibagi-bagi dalam golongan peanggaran yang
bersifat pidana dan harus diperiksa oleh hakim pidana atau (strafrechter), dan pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai
akibat dalam lingkup perdata, maka pelanggaran-pelanggaran itu harus diadili
oleh hakim perdata.
Menurut Prof. Dr. R.
Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan sistem hukum
adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat.
Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut.
Bahasa hukum merupakan kata-kata yang dipakai
terus-menerus untuk menyebut dengan konsekuen suatu perbuatan atau keadaan,
lambat laun menjadi istilah
yang mempunyai isi yang tertentu. Pembinaan bahasa hukum di Indonesia
memerlukan perhatian lebih, khususnya bagi hukum adat. Istilah hukum adat yang
digunakan di Indonesia sangatlah berbeda dengan istilah hukum barat, meskipun
Belanda telah lama menjajah Negara Indonesia.
Pepatah adat adalah
berguna sebagai petunjuk tentang adanya suatu peraturan hukum adat. Akan tetapi
pepatah hukum adat tidak dapat dijadikan sebgai sumber atau sebagai dasar hukum
adat, sebab pepatah adat masih memerlukan keterangan, harus diberi interpretasi
yan tepat, supaya terang maknanya.
Unuk melakukan suatu
penyelidikan hukum adat di daerah, supaya diperhatikan mengenai cara atau
metodenya. Adapun cara atau metode penyelidikan tersebut adalah mendekati para
pejabat desa, orang-orang tua, para cerdik pandai, rang-orang terkemuka di
daerah yang bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan yang akan ditanyakan harus
hanya fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang telah dialami atau diketahui
sendiri oleh mereka.
B. SARAN
Adapun saran yang
dapat penulis berikan dari hasil makalah ini adalah:
Pemerintah dan seluruh masyarakat hukum adat
seyogyanya saling bahu-membahu untuk mempertahankan dan melestarikan hukum
adat. Karena hukum adat merupakan aturan yang hidup dari nilai-nilai yang baik
dan luhur, sehingga keberadaannya di Indonesia patut diperjuangkan. Selain itu,
hukum adat merupakan hukum yang sudah ada, dan merupakan aturan asli yang
berasal dari komunitas masyarakat hukum adat Indonesia, jadi hukum adat adalah
hukum asli Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Mr Dr R. SUPOMO,
1968 “Bab-Bab Tentang Hukum Adat”Jakarta; Penerbitan Universitas
Kamus Bahasa
Indonesia.2008.(Departemen Pendidikan Nasional ; Jakarta)
Wignjodipuro,
Surojo, “Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,” Alumni, Bandung,
1979.WEBSITE
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia
http://www.gunungmaskab.go.id/informasi/ucapan-dirgahayu-ke-8-kab-gunung-mas-dari-pemprov-kalteng.html
0 komentar:
Post a Comment