Friday, October 10, 2014

Teori Monisme dan Dualisme dalam Hukum Internasional

Pengaruh Teori  Dualisme dan Monisme dalam Prakteknya di Indonesia
            Dasar berlakunya hukum internasional terdapat dalam dua pandangan awal yang dinamakan voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional dan bahkan persoalan ada atau tidaknya hukum internasional ini pada kemauan negara yang menjadi dasar dari teori dualisme. Pandangan berikutnya adalah obyektivitas yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini lepas dari kemauan negara yang menjadi dasar teori monisme.
            Pandangan-pandangan yang berbeda ini membawa akibat yang berbeda pula karena sudut pandangan yang pertama akan mengakibatkan adanya hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua satuan perangkat hukum yang Hukum Internasionaldup berdampingan dan terpisah, sedangkan pandangan obyektivitas menganggapnya sebagai dua bagain dari satu kesatuan perangkat hukum.[1]

            Pandangan dualisme ini mempunyai akibat-akibat yang penting. Salah satu akibat pokok yang terpenting dari pada teori dualism ini adalah bahwa menurut pandangan ini kaedah-kaedah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangkat hukum yang lain. Dengan perkataan lain di dalam teori dualism tidak ada tempat bagi persoalan Hukum Internasionalerarki anatara hukum nasional dan hukum internasioanl karena pada hakikatnya kedua perangkat hukum ini tidak saja berlainan dan tidak tergantung satu sama lainnya tapi juga lepas satu dari yang lainnya.
            Akibat kedua bahwa menurut pandangan ini tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) saja. Akibat lain yang penting pula dari pada pandangan dualism ini adalah bahwa ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di dalam lingkungan hukum nasional.
            Aliran dualisme pernah sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Pemuka-pemuka aliran-aliran ini yang utama adalah menulis buku “Volkerrecht und Landersrecht” (1899) dan Anzilotti, pemuka aliran positivism dari Italia yang menulis buku “Corso di Diritto Internazionale” (1923). Menurut paham dualisme ini yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua system atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.
            Alasan-alasan yang diajukan oleh penganut aliran dualism bagi pandangan yang tersebut di atas didasarkan pada alasan-alasan formil maupun alasan-alasan yang berdasarkan kenyataan. Di antara alasan-alasan yang terpenting dikemukakan hal-hal sebagai berikut: (1) kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum internasional dan hukum nasional mempunyai sumber yang berlainan. Hukum nasional bersumber pada kehendak negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kehendak bersama (masyarakat negara); (2)  kedua perangkat hukum itu berlainan subyek hukumnya. Subyek hukum nasional adalah perorangan / badan hukum (perdata/publik), sedangkan subyek hukum internasional adalah negara; (3) sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula perbedaan di dalam strukturnya (eksekutif, legislative, yudikatif).
Akibat hukum dari Dualisme adalah
            Kedua sistem tersebut tidak mungkin mendasarkan / bersumber kepada satu sama lain. (tidak ada persoalan Hukum Internasionalerarki)
            Tidak mungkin ada pertentangan diantaranya, yang ada hanya penunjukan kembali (renvoi).
            Untuk memberlakukan hukum internasional ke dalam hukum nasional, diperlukan transformasi hukum.
            Kritik terhadap teori dualisme.
Paham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari pada seluruh hukum yang mengatur Hukum Internasionaldup manusia. Dalam rangka pemikiran ini hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bagian yang dari pada satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia.
Dapat disederhanakan, paham monisme beranggapan bahwa hanya ada satu sistem hukum di dunia yang mengatur  kehidupan manusia: HUKUM internasional dan hukum nasional adalah satu kesatuan sistem hukum; menimbulkan persoalan hubungan Hukum Internasionalearki atau keutamaan: Monisme dengan primat hukum nasional & Monisme dengan primat hukum internasional.
Pandangan dualisme ini dibantah oleh golongan monism dengan alasan bahwa:
a.    Walaupun kedua system hukum itu mempunyai istilah yang berbeda, namun subjek hukumnya tetap sama.
b.    Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Disaat diakuinya hukum internasional sebagai system hukum. Maka tidaklah mungkin untuk dibantah bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari satu kesatuan ilmu hukum dank arena itu kedua perangkat hukum tersebut sama-sama mempunyai kekuatan mengikat apakah terhadap individu-individu ataupun negara.[2]
Monisme Primat Hukum Nasional, beranggapan bahwa Hukum Nasional adalah hukum yang utama daripada Hukum Internasional; Hukum Internasional merupakan lanjutan dari hukum nasional untuk urusan-urusan luar negeri. Dan Beranggapan bahwa hukum internasional bersumber kepada hukum nasional
Monisme Primat Hukum Internasional beranggapan bahwa hukum internasional adalah hukum yang lebih tinggi daripada hukum nasional; beranggapan bahwa hukum nasional tunduk kepada hukum internasional & dasar mengikatnya berasal dari suatu “pendelegasian” wewenang dari hukum internasional kelemahan paham monisme primat hukum internasional
Tanggapan terhadap kedua teori
         Tidak memberikan jawaban yang memuaskan mengenai hubungan HI dan HN
         Praktek tidak menunjukkan aliran mana yang lebih dominan
         Hubungan HI dan HN diserahkan pada praktek masing-masing negara
Sikap HI terhadap HN
         HI pada dasarnya tidak menyampingkan HN
         Negara tidak dapat menggunakan HN sebagai pembenaran untuk mengelak kewajiban HI
         Psl 27 Konvensi Wina: “A party may not invoke the provisions of its internal law as justification for its failure to perform a treaty”
Sikap HN terhadap HI
         Sulit disimpulkan karena hukum domestik sangat bervariasi dan sering tidak jelas dan tidak konsisten
         Perlu mempelajari praktek negara-negara dalam hal perjanjian, kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum umum



Praktek Indonesia
         Cenderung menganut paham monisme dengan primat hukum internasional
            -- Hukum positf Indonesia: UU no. 24   Tahun 2000
            -- Implementasi Perjanjian/Kovensi Internasional
            -- Sikap terhadap Kebiasaan Internasional, Praktek Pengadilan
         Kasus-kasus : Tembakau Bremen, Mobnas, Konsepsi Nusantara

           



[1] Moctar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional ; Pengertian, Batasan, dan Istilah Hukum internasional., 2003, PT ALUMNI: Bandung, Hlm 52.
[2]  Dr. Boer Mauna. Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global), 2003, PT ALUMNI: Bandung, Hlm 12.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Kita dalam Kata

BTemplates.com

Powered by Blogger.

Berita Harian

Pages - Menu

Popular Posts

Popular Posts