BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya
terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena
penyakit tersebut sudah mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun bak
jamur di musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa
merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara.
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna
melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak
acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis
dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat
lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis,
bukan hanya membudaya tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan
korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering
terjadi terutama terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor
kelas teri.
Beragam lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi, dan
sinkronisasi telah dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser
kasta pemberantasan korupsi. Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi
meski sudah pada tahun keenam perayaan hari antikorupsi ternyata masih jalan
ditempat dan berkutat pada tingkat “kuantitas”. Keberadaan lembaga-lembaga yang
mengurus korupsi belum memiliki dampak yang menakutkan bagi para koruptor,
bahkan hal tersebut turut disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang tidak
jelas.
Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya
seperti Indonesia, hukuman yang setengah-setengah sudah tidak mempan lagi.
Mulainya dari mana juga merupakan masalah besar, karena boleh dikatakan
semuanya sudah terjangkit penyakit birokrasi. Hal ini tentu saja sangat
memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat
yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan
membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
Gambaran umum tentang korupsi di
Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi ?
Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan
Korupsi ?
Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas
Korupsi
Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya
Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ?
Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam
pemberantasan korupsi di indonesia .?
Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang
dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ?
Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan
dalam memberantas korupsi di Indonesia ?
1.3
Tujuan
Mengetahui pengertian dari korupsi.
Mengetahui gambaran umum tentang
korupsi Dan Jenis – Jenis Korupsi.
Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam
Pemberantasan Korupsi
Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam
Memberantasan Korupsi
Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam
Upaya Pemberantasan Korupsi.
Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam
pemberantasan korupsi.
Mengetahui Kendala/hambatan-hambatan apa saja
yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Mengetahui Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan
dalam memberantas korupsi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian korupsi
Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio,
atau Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari
kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan,
ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi
adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa
Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris :
Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya
dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi :
Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi
adalah penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual
korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut
Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan
yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur
tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu
kenyataan (concealment).
Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah
yang lebih merujuk kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan
(graft), merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi
keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan
setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas
Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada
tindakan pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk
kepentingan diri sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat
menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang
merugikan Negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau
dari berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau
pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya
secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.
2.2
Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar
tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah
melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum
membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun
1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan.
Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah
sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia
semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial,
kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut
antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi
& Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan
sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa
dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian
keuntungan Negara
2. Suap-menyuap
(istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan
dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan
curang
6. Benturan
kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
(istilah lain : pemberian hadiah).
2.3
Fenomena Korupsi Di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang
contohnya Indonesia ialah:
1. Proses
modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi
politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut
dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan,
kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu
muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka
hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya,
terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
1. Partai
politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
beru-bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2. Muncul
pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
3. Sebagai
oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4. Terjadi erosi
loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
5. Sumber
kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang
mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat
besar (rakyat).
6. Lembaga-lembaga
politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik
dan ekonomi-bisnis.
7. Kesempatan
korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan
hirarki politik kekuasaan.
2.4
Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas
korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti
korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono
telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung
Dan kapolri:
1. Mengoptimalkan
upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk
menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegan
& memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan
oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
3. Meningkatkan
Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan
intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian
kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan
selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi
(RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan
pada :
1. Mendesain
ulang layanan publik .
2. Memperkuat
transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan
Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan
pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
2.5
Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat
dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang
diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah
sebagai berikut :
1. Membangun
kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong
pemerintah melakukan reformasi public sector dengan
mewujudkan good governance.
3. Membangun
kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu
aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
2.6 Peran
Serta Masyarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1. Hak
Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana
korupsi
2. Hak
untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3. Hak
menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
4. Hak
memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak
hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak
untuk memperoleh perlindungan hukum
6. Penghargaan
pemerintah kepada mayarakat
2.7
Upaya Yang Dapat Ditempuh Dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas
tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya Pencegahan (Preventif)
a. Menanamkan
semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan
negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b. Melakukan
penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para
pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung
jawab yang tinggi.
d. Para
pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e. Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan
pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha
melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya
penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan
korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda
NAD (2004).
b. Menahan
Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan
liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c. Dugaan
korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d. Dugaan
penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp
10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan
korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito
dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f. Kasus
korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus
penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus
penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan
seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi
Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar
(2004).
j.
Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
a. Memiliki
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
b. Tidak
bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan
kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke
tingkat pusat/nasional.
d. Membuka
wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara
dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu
memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat)
a. Indonesia
Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di
Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang
meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
b. Transparency
International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi
korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang
menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang
demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi
Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia,
disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia
berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2
sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta
hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola,
Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas
dari korupsi.
2.8
Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun
negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari
beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang
dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :
1. Penegakan
hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur
birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang
cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang
optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak
ada check and balance.
4. Banyaknya
celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik
dan sistem administrasi negara Indonesia.
5. Kesulitan
dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus
yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang
diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik
koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin
canggih.
7. Kurang
kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang
diemban.
2.9
Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
1. Dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
2. Menegakkan
hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
norma-norma lainnya yang berlaku.
3. Menciptakan
kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen
pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas.
4. Optimalisasi
fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul
melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
5. Mendayagunakan
segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang
sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki
tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
6. Adanya
penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan
kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani
kasus korupsi.
7. Semua
elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki
idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara
objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan
penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
8. Melakukan
pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau
penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya
suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh
nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan
dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh
aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi
dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan
sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya
korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang
menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya
pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam
realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang
sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu
bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak
drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi
“jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”.
Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau
sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
3.2
Saran
a. Perlu
dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
agar mendapat informasi yang lebih akurat.
b. Diharapkan
para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
:
Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Drs.Joko Budi santoso. Pendidikan
kewarganegaraan untuk SMK Kelas X
Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih
Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan
Korupsi : Kompas
Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80
tahun 2003 dari Perspektif KPK
Strategi pencegahan & penegakan hukum
Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif
Fadillah,SH.,MH.)
Strategi pencegahan & penegakan hukum
Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif
Fadillah,SH.,MH.)
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Internet
http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
Diakses tanggal 01 April 2015 Pukul 10:30
http://harissoekamti.blogspot.com/ Diakses
tanggal 01 April 2015 Pukul 10:30
http://wawasanfadhitya.blogspot.com/2012/08/upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia.html#ixzz2BmyhoUVF Diakses
tanggal 04 April 2015 Pukul 09:00
0 komentar:
Post a Comment