Salah satu aspek penting yang terkait dengan prinsip
akuntabilitas dalam reformasi birokrasi Indonesia saat ini adalah perihal
kewenangan diskresi. Sebagaimana diketahui, diskresi ataupun yang lazim dikenal
dalam bahasa Jerman sebagai Freies Ermessen merupakan suatu bentuk penyimpangan
terhadap asas legalitas dalam pengertian wet matigheid van bestuur.
Secara bahasa freies ermessen berasal dari kata frei yang
artinya bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka. Freies artinya orang yang bebas,
tidak terikat dan merdeka. Sementara itu ermessen berarti mempertimbangkan,
menilai, menduga, dan memperkirakan. Freies Ermessen berarti orang yang
memiliki kebebasan untuk menilai, menduga,
dan mempertimbangkan sesuatu. Definisi lain yang hampir senada yakni suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenalkan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) daripada berpegang teguh kepada kententuan hukum, atau kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum.
dan mempertimbangkan sesuatu. Definisi lain yang hampir senada yakni suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenalkan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) daripada berpegang teguh kepada kententuan hukum, atau kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum.
Prinsip ini merupakan unsure exception dari asas legalitas
itu sendiri. Diskresi dapat dikatakan sebagai bentuk wewenang Badan atau
Pejabat Pemerintahan yang memungkinkan untuk melakukan pilihan-pilihan dalam
mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup administrasi
atau tata kelola suatu pemerintahan.
Bertolak dari defenisi diatas, maka badan atau pejabat
pemerintahan yang diberikan kewenangan diskresi dalam mengambil keputusan wajib
mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar diskresi, dan senantiasa memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang
baik sebagaimana dipaparka diatas.
Diantara asas-asas umum pemerintahan yang baik yang paling
mendasar adalah larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak
sewenang-wenang. badan atau pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi
wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat
yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. Pertanggungjawaban
kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan
alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi.
Dengan demikian diskresi muncul karena adanya tujuan kehidupan
bernegara yang harus dicapai, tujuan bernegara dari paham negara welfare state
adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut mengakibatkan
pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi negara tidak boleh
menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih terjadi
kekososngan hukum (rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk adanya keleluasaan
bergerak, diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) suatu kebebasan
bertindak (pouvoir discretionnaire/freies ermessen).
Ada beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan
prinsip Freies Ermessen atau kebebasan bertindak oleh pejabat pemerintah yaitu
diantaranya;
Kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat
hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah
meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum
sama sekali;
Badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme
hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan
publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat
luas;
Sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel,
sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan
kesejahtraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinmais seiring dengan
dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.
Disisi lain kebebasan bertindak okleh apartur pemerintahan
yang berwenang sudah tentu juga menimbulkan kompleksitas masalah karena
sifatnya yang menyimpangi asas legalitas dalam arti yuridis (unsur exception).
Ada beberapa kerugian yang bisa saja terjadi jika tidak diantisipasi secara
baik yakni diantaranya;
Aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang
karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat dipertanggujawabkan
kepada masyarakat;
Sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin
buruk akibat kebijakan yang tidak popoluer dan non-responsif diambil oleh
pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenang;
Sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat sejumlah
kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontraproduktif dengan
keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnya;
Aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan
tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak pro-masyarakat
dan terakhir adalah terjadi krisis kepecayaan publik terhadap penguasa dan
menurunya wibawa pemernitah dimata masyarakat sebagai akibat kebijakan-kebijakannya
yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat.
Dalam penerapannya terdapat beberapa parameter dalam hal
batasan toleransi bagi Badan atau Pejabat pemerintahan dalam menggunakan asas
diskresi ini yaitu;
adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk
bertindak atas inisiatif sendiri;
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang
belum ada aturannya untuk itu;
tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.
Bila berbicara mengenai pertanggungjawaban maka diskresi
akan terkait dengan permasalahan subyek yang memiliki kewenangan membuat
diskresi.
0 komentar:
Post a Comment