Friday, November 21, 2014
Sajak Sepeninggal Agustus
Dipertemukan pada awal rembulan yang indah,
gerahyangi cinta dengan nafas setengah jiwa, ada kata yang terpaksa menjadi frasa,
Memeluk raga dan menjelajah pada ruang rasa dan hampa
Tampak kebisuan membahasakan rindu yang hambar, ku sebut itu cinta
karena malam memaksa tuk bercinta.
Hari-hari berlalu bagai embun pada penghujung pagi,
begitu rancu dan tak beraroma sama sekali, kusam.
Kau bagai siang dengan keangkuhannya, sedang cintaku bagai
malam dengan keheningannya, kita paksakan tuk bertemu pada senja atau
pagi yang gulita. Memang singkat kau ku dekap, namun wangimu
semakin melekat seiring langkahmu yang semakin menjauh.
Aku menulismu dalam kata dan nada pilu,
merindumu pada waktu-waktu yang kelabu,
Di penghujung rembulan yang masih indah,
ku dekap butir-butir senyum yang pernah kau hibahkan,
Ku sandarkan risau pada sepi sepeninggal agustus, ku tangisi waktu dan tiap-tiap detak detiknya. lalu,
ku sebut kau cinta walau kita tak pernah bersepakat dengan cinta.
Kasih, Kita tak pernah bersepakat dengan waktu dan semua yang sempat kita sebut rindu.
Makassar, 04 Nov, 2014
0 komentar:
Post a Comment