KEBIJAKAN
YANG BERBASIS INTEGRITAS DEMI PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LOKAL (BERAS
BULUKUMBA GOES TO HOLYWOD)
Muhammad
Reski Ismail
Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
(E-mail:
Muhammadreskiismail@gmail.com)
1.
PENDAHULUAN
Semboyan
sebagai negara agraris adalah tantangan sekaligus beban bagi negara Indonesia
saat ini, terlepas dari ketidakmampuan negara dalam memenuhi kebutuhan pangan
nasional, Indonesia kini mengalami ketergantungan pada kegiatan mengimpor bahan
pangan. seperti dilansir oleh media bahwa Indonesia berencana mengimpor beras
dari Thailand sekurangnya 175.000 ton[1] hal
ini tentunya mencederai semboyan negara agraris bagi Indonesia yang seharusnya
mampu memproduksi beras dalam skala besar. Petani yang merupakan saubjek vital/
produsen padi semakin terpuruk karena produksi beras kini semakin turun, hal
ini perlu dikaji guna mendapat solusi yang baik.
Pemenuhan
kebutuhan masyarakat akan bahan pangan khususnya beras, mengharuskan pemerintah
untuk lebih memperhatikan dan memberikan solusi yang bijak. Langkah nyata dan
rasional perlu untuk dilaksanakan pemerintah guna meningkatkan produksi bahan
pangan nasional, pemanfaatan lahan pertanian yang luas secara efektif merupakan
solusi terbaik di samping peningkatan sumber daya manusia. Pengelolaan lahan
pertanian harus diseimbangkan dengan sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia yang baik. Untuk itu, perlu kiranya pemerintah untuk membuat
regulasi-regulasi yang senada dengan peningkatan pangan lokal, mulai dari
pemerintah pusat sampai pada pemerintah daerah/kota. Regulasi dalam bentuk
kebijakan yang berbasis peningkatan produksi perlu didistribusikan di tiap
tingkatan pemerintah/wilayah khususnya di wilayah yang srategis atau mempunyai
lahan pertanian yang luas.
Petani
sebagai subjek utama bagi kebijakan pangan serta manfaatnya untuk rakyat dan
Negara Indonesia perlu diberi perhatian khusus. peningkatan sumber daya petani
serta peningkatan taraf hidup adalah satu kesatuan yang perlu ada dan diberikan
kepada petani. Harga produksi haruslah menguntungkan bagi petani, untuk itu
kiranya selain didistribusikan ke wilayah nusantara perlu juga dilirik
kemungkinan-kemungkinan untuk mengekspor, karena harga beras di luar negeri
cukup mernjanjikan kesejahteraan bagi petani.
2.
ISI
2.1
KEBIJAKAN PANGAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LOKAL
Kebijakan pangan adalah
suatu wilayah kebijakan publik yang khusus menangani masalah bagaimana makanan
diproduksi, diproses, didistribusikan, dan diperjualbelikan. Kebijakan publik
didesain untuk mempengaruhi operasi sistem pertanian dan pangan[2].
Karena Indonesia merupkan wilayah agraris maka sudah tentu kebijakan pangan
merupakan sektor kebijakan publik yang harus dikembangan pemerintah dan
didukung oleh segenap stakeholder, kebijakan pemerintah yang fokus terhadap
peningkatan jumlah produksi pertanian perlu untuk dibuat dan diterapkan,
khususnya di daerah yang berpotensi.
Kebijakan
pangan terdiri dari penetapan tujuan produksi, pemrosesan, pemasaran,
ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan konsumsi bahan pangan, serta menjelaskan
proses untuk mencapai tujuan tersebut. selain itu, dalam KUKP 2010 – 2014
tujuan dari Kebijakan Umum Ketahan Pangan, adalah untuk :
1.
Menjadi acuan dan common platform bagi para stakeholders ketahanan pangan,
mulai dari instansi pemerintah, sektor swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
perguruan tinggi, petani, nelayan, industri pengolah, pedagang, penyedia jasa
lain, dan masyarakat umum dalam peran dan upayanya untuk memberikan kontribusi
yang optimal dalam mewujudkan ketahanan pangan.
2.
Menjadi acuan dasar bagi pemerintah pusat dan daerah untuk membangun sinergi,
integrasi, dan koordinasi sehingga paling tidak kedua lembaga dapat saling
menginformasikan kegiatan yang dilaksanakan secara transparan, akuntabel dan
efektif (good governance), serta secara maksimal dapat mendukung terwujudnya
tujuan ketahanan pangan[3].
Kebijakan
pangan dapat berada pada berbagai level, dari lokal hingga global, dan oleh
pemerintah, komersial, hingga organisasi. Proses tersebut tentunya harus
didukung oleh sistem, ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia yang mumpuni. Hal ini adalah jaminan atau keniscayaan untuk membuat dan
menerapkan kebijakan pangan. Keseimbangan diantara syarat di atas akan
memudahkan dalam pencapaian tujuan dari kebijakan ini.
2.2
POTENSIASI WILAYAH PERTANIAN DI INDONESIA
Wilayah
Indonesia yang berpotensi sebagai lahan pertanian dan memang telah menjadi
wilayah agraris adalah Indonesia bagian timur, seperti pulau Sulawesi4. Hasil
pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan misalnya, kini telah banyak
didistribusikan keluar dari pulau Sulawesi sendiri. Namun yang menjadi
persoalan yang klasik adalah belum adanya kebijakan pemerintah yang mengarah
pada produksi dengan kualitas standar internasional yang nantinya akan
dipasarkan atau diekspor di dunia internasional. Untuk itu, dimulai dari daerah
yang punya lahan luas dan kesiapan dari pemerintah setempat maka beras Sulawesi
punya peluang besar untuk dikonsumsi oleh bukan hanya masayarakat lokal,
Indonesia tapi juga masyarakat negera Paman Sam. Untuk menkaji kemungkinan dan
kendala serta solusi yang ada esai ini sengaja diberi judul “Beras Bulukumba
Goes To Hollywod”, judul yang menggambaran cita-cita atau visi dri dtulisan
ini.
Pengelolaan
pertanian yang baik tentunya memberi dampak yang sama baiknya terhadap
masyarakat agraris di Indonesia, selain karena sebagian besar masyarakat
Indonesia bekerja sebagai petani, beras juga merupakan makanan pokok orang
Indonesia. Selain itu tujuan dari kebijakan pangan yaitu melindungi masyarakat
dari krisis, mengembangkan pasar jangka panjang yang meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya, serta meningkatkan produksi pangan sebelumnya yang
tentunya akan meningkatkan pendapatan petani.
2.3
KEBIJAKAN PEMERINTAH SULAWESI SELATAN (KAB. BULUKUMBA) SEBAGAI SOLUSI
Kebijakan
pemerintah Sulawesi selatan telah banyak menaruh perhatian khusus pada bidang
pertanian dan pengembangan produksi pangan, tapi hamper semua kebijakan yang
ada masih bersifat lokal atau hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal
ini tentunya belum bisa membawa petani ke arah kesejahteraan seperti yang
termuat pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4. Untuk itu
diperlukan program dengan visi yang lebih besar, Beras Bulukumba merupakan
bahan pangan lokal yang punya peluang untuk diekspor tidak hanya
didistribusikan dalam negeri saja. Di Amerika harga beras mencapai US$ 2,20 per
kg atau Rp 22.081 per kg[4].
Dengan harga yang berjumlah dua kali lipat dari harga beras di Indonesia,
tentunya hal ini bisa menjadi target marketing untuk beras lokal Indonesia.
Pemerintah
harusnya bisa menjadi penyedia sarana dan prasaran bagi petani, program yang
pro petani ini perlu dibarengi dengan dukungan dari berbagai pihak. Penyediaan
modal yang cukup untuk petani, serta pelatihan untuk pengembangan potensi Petani adalah langkah
konkret yang penting untuk segera diterapkan, khusus di daerah Bulukumba,
Bupati Bulukumba serta segenap stakeholder tentunya perlu menyiapkan diri untuk
menjalankan program ekspor beras lokal ke dunia Internasional. Membangun
jaringan supportif dengan konsumen atatu distributor luar negeri perlu
dipersiapkan pula.
Lahan
yang luas merupakan modal awal yang perlu dibarengi dengan sarana dan prasarana
serta pengembangan mental petani, mental yang dimaksud bukan hanya dari segi
kemauan bertani tapi juga pengembangan kemampuan bertani. Sumber daya manusia
adalah hal yang penting, terkati dengan petani Sulawesi selatan, perlu
dibuatkan program khusus untuk pematangan mental. Kemampuan produksi yang baik
serta jaringan pemasaran di luar negeri akan memudahkan beras Bulukumba untuk
keliling Holywod (Amerika).
3.
PENUTUP
Sebagai
negara agraris, sudah seharusnya Indonesia mampu untuk menghidupkan sektor
pertanian guna pemenuhan kebutuhan pangan nasional, serta mengurangi
ketergantungan pemerintah untuk mengimpor beras. Hal ini dapat diwujudkan
dengan adanya regulasi-regulasi dalam bentuk kebijakan pemerintah di segala
tingkatan baik nasional maupun regional. Kebijakan yang fokus dan sistematis
untuk pemanfaatan lahan pertanian tentunya berimplikasi pada kesejahteraan
petani sebagai subjek utama dari kebijakan pangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
(2014). Keliru Kebijakan Pangan Lokal neraca.com [internet] Rabu,
02/07/2014 http://www.neraca.co.id/article/43046/Keliru-Kebijakan-Pangan-Lokal
[Accessed 6th November 2014].
Amelie,
Siska. (2014). Thailand Pasok 175 ribu Ton Beras Buat RI, Liputan6.com [internet]
3 September 2014. Available at http://bisnis.liputan6.com/read/2100268/thailand-pasok-175-ribu-ton-beras-buat-ri
[Accessed 6th November 2014].
Euodia,
Arion. (2014). Indonesia Timur Penyelamat Agraris Indonesia. Available
at Kompasiana
http://m.kompasiana.com/post/read/696262/1/indonesia-timur-penyelamat-agraris-indonesia.html
[Accessed 7th November 2014].
Supriadi
(2013). Daftar Harga Beras 16 Negara Dimana yang Termurah. Available at
(http://bisnis.liputan6.com/read/620788/daftar-harga-beras-16-negara-di-mana-yang-termurah).
[Accessed 28th October 2014].
Anonim
(2014) Kebijakan Pangan Available at
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_pangan [Accessed 5th November 2014].
0 komentar:
Post a Comment