Sunday, November 16, 2014

KEBIJAKAN YANG BERBASIS INTEGRITAS DEMI PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LOKAL (BERAS BULUKUMBA GOES TO HOLYWOD)

KEBIJAKAN YANG BERBASIS INTEGRITAS DEMI PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LOKAL (BERAS BULUKUMBA GOES TO HOLYWOD)
Muhammad Reski Ismail
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin

1. PENDAHULUAN

Semboyan sebagai negara agraris adalah tantangan sekaligus beban bagi negara Indonesia saat ini, terlepas dari ketidakmampuan negara dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional, Indonesia kini mengalami ketergantungan pada kegiatan mengimpor bahan pangan. seperti dilansir oleh media bahwa Indonesia berencana mengimpor beras dari Thailand sekurangnya 175.000 ton[1] hal ini tentunya mencederai semboyan negara agraris bagi Indonesia yang seharusnya mampu memproduksi beras dalam skala besar. Petani yang merupakan saubjek vital/ produsen padi semakin terpuruk karena produksi beras kini semakin turun, hal ini perlu dikaji guna mendapat solusi yang baik.

Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan pangan khususnya beras, mengharuskan pemerintah untuk lebih memperhatikan dan memberikan solusi yang bijak. Langkah nyata dan rasional perlu untuk dilaksanakan pemerintah guna meningkatkan produksi bahan pangan nasional, pemanfaatan lahan pertanian yang luas secara efektif merupakan solusi terbaik di samping peningkatan sumber daya manusia. Pengelolaan lahan pertanian harus diseimbangkan dengan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang baik. Untuk itu, perlu kiranya pemerintah untuk membuat regulasi-regulasi yang senada dengan peningkatan pangan lokal, mulai dari pemerintah pusat sampai pada pemerintah daerah/kota. Regulasi dalam bentuk kebijakan yang berbasis peningkatan produksi perlu didistribusikan di tiap tingkatan pemerintah/wilayah khususnya di wilayah yang srategis atau mempunyai lahan pertanian yang luas.
Petani sebagai subjek utama bagi kebijakan pangan serta manfaatnya untuk rakyat dan Negara Indonesia perlu diberi perhatian khusus. peningkatan sumber daya petani serta peningkatan taraf hidup adalah satu kesatuan yang perlu ada dan diberikan kepada petani. Harga produksi haruslah menguntungkan bagi petani, untuk itu kiranya selain didistribusikan ke wilayah nusantara perlu juga dilirik kemungkinan-kemungkinan untuk mengekspor, karena harga beras di luar negeri cukup mernjanjikan kesejahteraan bagi petani.

2. ISI
2.1 KEBIJAKAN PANGAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LOKAL
Kebijakan pangan adalah suatu wilayah kebijakan publik yang khusus menangani masalah bagaimana makanan diproduksi, diproses, didistribusikan, dan diperjualbelikan. Kebijakan publik didesain untuk mempengaruhi operasi sistem pertanian dan pangan[2]. Karena Indonesia merupkan wilayah agraris maka sudah tentu kebijakan pangan merupakan sektor kebijakan publik yang harus dikembangan pemerintah dan didukung oleh segenap stakeholder, kebijakan pemerintah yang fokus terhadap peningkatan jumlah produksi pertanian perlu untuk dibuat dan diterapkan, khususnya di daerah yang berpotensi.
Kebijakan pangan terdiri dari penetapan tujuan produksi, pemrosesan, pemasaran, ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan konsumsi bahan pangan, serta menjelaskan proses untuk mencapai tujuan tersebut. selain itu, dalam KUKP 2010 – 2014 tujuan dari Kebijakan Umum Ketahan Pangan, adalah untuk :
1. Menjadi acuan dan common platform bagi para stakeholders ketahanan pangan, mulai dari instansi pemerintah, sektor swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perguruan tinggi, petani, nelayan, industri pengolah, pedagang, penyedia jasa lain, dan masyarakat umum dalam peran dan upayanya untuk memberikan kontribusi yang optimal dalam mewujudkan ketahanan pangan.
2. Menjadi acuan dasar bagi pemerintah pusat dan daerah untuk membangun sinergi, integrasi, dan koordinasi sehingga paling tidak kedua lembaga dapat saling menginformasikan kegiatan yang dilaksanakan secara transparan, akuntabel dan efektif (good governance), serta secara maksimal dapat mendukung terwujudnya tujuan ketahanan pangan[3].
Kebijakan pangan dapat berada pada berbagai level, dari lokal hingga global, dan oleh pemerintah, komersial, hingga organisasi. Proses tersebut tentunya harus didukung oleh sistem, ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang mumpuni. Hal ini adalah jaminan atau keniscayaan untuk membuat dan menerapkan kebijakan pangan. Keseimbangan diantara syarat di atas akan memudahkan dalam pencapaian tujuan dari kebijakan ini.
2.2 POTENSIASI WILAYAH PERTANIAN DI INDONESIA
Wilayah Indonesia yang berpotensi sebagai lahan pertanian dan memang telah menjadi wilayah agraris adalah Indonesia bagian timur, seperti pulau Sulawesi4. Hasil pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan misalnya, kini telah banyak didistribusikan keluar dari pulau Sulawesi sendiri. Namun yang menjadi persoalan yang klasik adalah belum adanya kebijakan pemerintah yang mengarah pada produksi dengan kualitas standar internasional yang nantinya akan dipasarkan atau diekspor di dunia internasional. Untuk itu, dimulai dari daerah yang punya lahan luas dan kesiapan dari pemerintah setempat maka beras Sulawesi punya peluang besar untuk dikonsumsi oleh bukan hanya masayarakat lokal, Indonesia tapi juga masyarakat negera Paman Sam. Untuk menkaji kemungkinan dan kendala serta solusi yang ada esai ini sengaja diberi judul “Beras Bulukumba Goes To Hollywod”, judul yang menggambaran cita-cita atau visi dri dtulisan ini.
Pengelolaan pertanian yang baik tentunya memberi dampak yang sama baiknya terhadap masyarakat agraris di Indonesia, selain karena sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja sebagai petani, beras juga merupakan makanan pokok orang Indonesia. Selain itu tujuan dari kebijakan pangan yaitu melindungi masyarakat dari krisis, mengembangkan pasar jangka panjang yang meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, serta meningkatkan produksi pangan sebelumnya yang tentunya akan meningkatkan pendapatan petani.
2.3 KEBIJAKAN PEMERINTAH SULAWESI SELATAN (KAB. BULUKUMBA) SEBAGAI SOLUSI
Kebijakan pemerintah Sulawesi selatan telah banyak menaruh perhatian khusus pada bidang pertanian dan pengembangan produksi pangan, tapi hamper semua kebijakan yang ada masih bersifat lokal atau hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini tentunya belum bisa membawa petani ke arah kesejahteraan seperti yang termuat pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4. Untuk itu diperlukan program dengan visi yang lebih besar, Beras Bulukumba merupakan bahan pangan lokal yang punya peluang untuk diekspor tidak hanya didistribusikan dalam negeri saja. Di Amerika harga beras mencapai US$ 2,20 per kg atau Rp 22.081 per kg[4]. Dengan harga yang berjumlah dua kali lipat dari harga beras di Indonesia, tentunya hal ini bisa menjadi target marketing untuk beras lokal Indonesia.
Pemerintah harusnya bisa menjadi penyedia sarana dan prasaran bagi petani, program yang pro petani ini perlu dibarengi dengan dukungan dari berbagai pihak. Penyediaan modal yang cukup untuk petani, serta pelatihan untuk  pengembangan potensi Petani adalah langkah konkret yang penting untuk segera diterapkan, khusus di daerah Bulukumba, Bupati Bulukumba serta segenap stakeholder tentunya perlu menyiapkan diri untuk menjalankan program ekspor beras lokal ke dunia Internasional. Membangun jaringan supportif dengan konsumen atatu distributor luar negeri perlu dipersiapkan pula.
Lahan yang luas merupakan modal awal yang perlu dibarengi dengan sarana dan prasarana serta pengembangan mental petani, mental yang dimaksud bukan hanya dari segi kemauan bertani tapi juga pengembangan kemampuan bertani. Sumber daya manusia adalah hal yang penting, terkati dengan petani Sulawesi selatan, perlu dibuatkan program khusus untuk pematangan mental. Kemampuan produksi yang baik serta jaringan pemasaran di luar negeri akan memudahkan beras Bulukumba untuk keliling Holywod (Amerika).
3. PENUTUP
Sebagai negara agraris, sudah seharusnya Indonesia mampu untuk menghidupkan sektor pertanian guna pemenuhan kebutuhan pangan nasional, serta mengurangi ketergantungan pemerintah untuk mengimpor beras. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya regulasi-regulasi dalam bentuk kebijakan pemerintah di segala tingkatan baik nasional maupun regional. Kebijakan yang fokus dan sistematis untuk pemanfaatan lahan pertanian tentunya berimplikasi pada kesejahteraan petani sebagai subjek utama dari kebijakan pangan.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2014). Keliru Kebijakan Pangan Lokal neraca.com [internet] Rabu, 02/07/2014 http://www.neraca.co.id/article/43046/Keliru-Kebijakan-Pangan-Lokal [Accessed 6th November 2014].
Amelie, Siska. (2014). Thailand Pasok 175 ribu Ton Beras Buat RI, Liputan6.com [internet] 3 September 2014. Available at http://bisnis.liputan6.com/read/2100268/thailand-pasok-175-ribu-ton-beras-buat-ri [Accessed 6th November 2014].
Euodia, Arion. (2014). Indonesia Timur Penyelamat Agraris Indonesia. Available at Kompasiana http://m.kompasiana.com/post/read/696262/1/indonesia-timur-penyelamat-agraris-indonesia.html [Accessed 7th November 2014].
Supriadi (2013). Daftar Harga Beras 16 Negara Dimana yang Termurah. Available at (http://bisnis.liputan6.com/read/620788/daftar-harga-beras-16-negara-di-mana-yang-termurah). [Accessed 28th October 2014].
Anonim (2014) Kebijakan Pangan Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_pangan [Accessed 5th November 2014].


[1]  http://bisnis.liputan6.com/read/2100268/thailand-pasok-175-ribu-ton-beras-buat-ri

[2] wikipedia
[3] Kebijakan Umum Ketahan Pangan (KUKP) 2010-2014” yang merupakan penyempurnaan dari KUKP 2006-2010.

[4]  (http://bisnis.liputan6.com/read/620788/daftar-harga-beras-16-negara-di-mana-yang-termurah).

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Kita dalam Kata

BTemplates.com

Powered by Blogger.

Berita Harian

Pages - Menu

Popular Posts

Popular Posts