Friday, October 10, 2014

Delik-delik Dalam Kodifikasi - Makar dalam KUHpidana

SOAL 1
PASAL-PASAL DALAM KUHP TENTANG MAKAR

            Di dalam Buku KUHP, makar atau dalam Bahasa Belanda “aanslag” yang berarti serangan diatur dalam pasal 104-129 Bab tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara pada Buku Kedua tentang Kejahatan. Disamping itu dalam pasal 87 dijelaskan pula tentang adanya permulaan pelaksanaan pada tindak pidana makar. Berikut penyajiannya :

Pasal dalam KUHP
Substansi
Pasal 87
Disyaratkan keharusan tentang adanya permulaan pelaksanaan pada tindak pidana makar. Tidak cukup niat dari pelaku melainkan harus sudan terwujud dalam suatu permulaan dari tindakan pelaksanaan.
Pasal 104 (makar terhadap kepala Negara )
a.     Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh Kepala Negara.
b.    Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalahkan  kemerdekaan   kepala Negara.
c.     Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala negara tidak dapat memjalankan pemerintahan.
d.    Diancam dengan pidana 20 tahun/seumur hidup dan hukuman mati
Pasal 106 (makar untuk memasukkan Indonesia dalam penguasaan asing)
a.    Berusaha menyebabkan seluruh wilayah Indonesia atau sebahagian menjadi jajahan negara lain.
b.   Berusaha menyebabkan bagian dari wilayah Indonesia menjadi suatu negara  yang mardeka atau berdaulat terlepas dari NKRI.
c.    Diancam pidana penjara seumur hidup atau paling lama dua puluhtahun.
Pasal 107 (makar untuk menggulingkan pemerintahan)
Makar dilakukan dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan dan diancam dengan hukuman 15 tahun penjara, seumur hidup, 20 tahun, dan maksimum hukuman mati.
Arti dari menggulingkan :
a. Menghancurkan bentuk pemerintahan menurut UU
b. Mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut UUD
Pasal 108 (pemberontakan)
Pemberontakan adalah nama /kualifikasi perbuatan yang :
a. Melawan kekuasaan yang sah dengan senjata
b. Dengan maksud melawan kekuasaan yang sah, maju dengan pasukan bersenjata. 
Diancam dengan 15 tahun penjara, 20 tahun maksimal seumur hidup/hukuman mati.
Pasal 110 (pemufakatan kejahatan)
Pasal 110 ayat 1 KUHP memuat suatu pengertian permufakatan untuk melakukan kejahatan tertentu, yaitu yang termuat dalam pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108.



SOAL 2
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG (MA) TENTANG PROBLEMA YURIDIS DELIK MAKAR KASUS JAMA’AH ISLAMIYAH ABU BAKAR BA’ASYIR

KASUS POSISI:
  • Abu Bakar als. Abu Bakar Ba’asyir als. Abdu Ba’asyir (Ba’asyir) lahir di Jombang 1938, Guru Agama – berkedudukan di Pondok Pesantren di Ngruki Desa Cemani, Kec. Grogol, Kab. Sukoharjo;
  • Tahun 1982 Ba’asyir diajukan sebagai terdakwa dengan dakwaan tindak pidana Subversi (Menentang Asas Tunggal Pancasila). Dengan putusan MA-RI No. 743 K/Pid/1982, tanggal 6 Februari 1985. terpidana Ba’asyir dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 9 tahun;
  • Ba’asyir bersama Abdullah Sungkar dan Dr. Helmy Bakar melarikan diri ke Malaysia;
  • Di Malaysia Ba’asyir tinggal di Banting Selangor dan ia memperoleh dokumen tempat tinggal berupa Surat Akuan Pengenalan (SAP) untuk WNA tanpa passport;
  • Sejak 1985-1999 dan selama itu pula ia tidak pernah melaporkan diri ke KBRI dengan alasan ia adalah “pelarian politik” pemerintahan orde baru;
  • Setelah Orde Baru runtuh Ba’asyir kembali melalui Batam;
  • Ba'asyir selanjutnya tinggal di Jawa Tengah untuk beberapa waktu lamanya dengan melakukan kegiatan keagamaan;
  • Di Ngruki, Ba’asyir mengajukan permohonan “Kartu Keluarga” dan KTP dengan mengisi formulir dan membuat surat pernyataan bahwa ia tidak pernah pindah dari Desa Ngruki;
  • Ba’asyir berhasil memiliki KK dan KTP desa Ngruki dengan No. 11270817083002, tanggal 20 Agustus 2002, meski ia pernah tidak tinggal di sana +/- 14 tahun;
  • Tema dakwa Ba’asyir antara lain “Perjuangan untuk jihad fi sabililah dalam menegakkan Syariat Islam, Din al Islam, sesuai dengan Sunnah Nabi”;
  • Abu Bakar Ba’asyir pernah bertemu dengan Hambali, Muh. Faiq, Muchlas;
  • Abdullah Sungkar dan Ba’asyir mendirikan “Jamiah Islamiyah” dengan pimpinan Abudullah Sunhkar. Yang digantikan oleh Ba’asyir;
  • Ba’asyir mengetahui dan merestui rencana peledakan bom di berbagai kota: Batam, Pekanbaru, Medan, Jakarta, Bandung, Mojokerto. Karena Umat Islam di dzalimi/dibantai di Ambon;
  • Pengeboman di malam natal 2000 dilakukan oleh Manthiqi Ulla: Hambali, Ali Gufron als. Mukhlas als. Sofyan, Abdul Azis als. Abu Umar als. Imam Samudra;
  • Ia juga mengetahui kepergian orang-orang dari Jamaah Islamiyah berlatih di Afghanistan dan Philipina;
  • 2 November 2002, Ba’asyir ditahan oleh Penyidik dan diperpanjang secara bertahap sampai 30 November 2003;
  • Berdasarkan S.K. Menteri Kehakiman dan HAM No.M.07.PW.07.03 Tahun 2003 tanggal 17 Maret 2003, sesuai dengan Pasal 85 KUHAP maka terdakwa Ba’asyir diperiksa dan diadili di PN Jakarta Pusat;


DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM:
  • Ba'asyir oleh JPU didakwa melakukan Tindak Pidana yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:
I. Dakwaan Kesatu:
  • Primair:
… terdakwa sebagai Pemimpin dan Pengatur Makar dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah RI dan mendirikan Negara Islam Indonesia…”
  • Subsidair:
… Turut serta melakukan Tindak Pidana Makar yang dilakukan dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah …
Pasal 107 ayat 1 Pasal 55 ayat 1 KUHP
II. Dakwaan Kedua:
… memasukkan keterangan palsu, yaitu keterangan tentang Kewarganegaraan terdakwa sebagai WNI kedalam suatu akta otentik yaitu KTP. … dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai orang lain
Pasal 263 ayat 1 KUHP
III. Dakwaan ketiga
… telah membuat Surat Palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak atau diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut, seolah-olah isinya benar, tidak dipalsukan, …
Ex Pasal 263 ayat 1 KUHP
IV. Dakwaan Keempat:
  • Primair:
… selaku Orang Asing berada diwilayah Indonesia secara tidak sah …
Ex Pasal 53 UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
  • Subsidair:
Bahwa terdakwa pada waktu dan ditempat dalam Dakwaan keempat Primair diatas telah masuk Wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di tempat Pemeriksaan Imigrasi
Ex Pasal 48 UU No. 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian

Dalam requisitor yang dibacakan dalam persidangan, JPU mengajukan tuntutan ke Majelis Hakim yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:
Menyatakan terdakwa bersalah melakukan Tindak Pidana:
I.       Makardalam Dakwaan Kesatu Primair Pasal 107 ayat 2 KUHP;
II.    Menyuruh Memasukkan Keterangan Palsu Ke dalam Akta Otentik – Dakwaan Kedua, Pasal 266 ayat 1 KUHP;
III. Pemalsuan Surat; Dakwaan Ketiga Pasal 263 ayat 1 KUHP;
IV. Selaku Orang Asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah – Dakwaan Keempat Primair, Pasal 53 UU No. 9 Tahun 1999 tentang Keimigrasian;
-          Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ba'asyir als. Abdus Samad dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi dengan selama Terdakwa berada dalam tahanan;
-          Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI:
PERTIMBANGAN HUKUM:
·         Mengenai Dakwaan Kesatu Pasal 107 (2) KUHP ; Adanya usaha-usaha/gerakan-gerakan untuk meniadakan atau merubah “NKRI” menjadi “Negara Islam Indonesia (NII)” meskipun Pemerintah Republik Indonesia tidak harus terguling, tetapi cukup dengan adanya niat dan permulaan pelaksanaan itu. (Dengan demikian, maka unsur “dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah” telah terbukti.);
Kendati “perbuatan makar” dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah, telah terbukti namun fakta-fakta di persidangan, tidak membuktikan terdakwa sebagai “Pemimpin dan Pengatur” terjadinya makar. (Dengan tidak terbuktinya unsur “Pemimpin dan Pengatur” tersebut, maka terdakwa harus dibebaskan (vrijspraak) dari Dakwaan Kesatu Primair Pasal 107 ayat 2 KUHP);
Pada tahun 1993 Abdullah Sungkar dengan terdakwa Ba'asyir mendirikan “Jamaah Islamiyah” yang dipimpin Abdullah Sungkar. Organisasi ini mempunyai tujuan dan sasaran yaitu mewujudkan tegaknya “Daulah Islamiyah” sebagai basis menuju terwujudnya “Negara Islam Indonesia”. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, maka Abdullah Sungkar dengan dukungan anggota “Jamaah Islamiyah” telah melakukan kegiatan-kegiatan dimana terdakwa mengetahui dan bahkan menyetujui atau mendukung pemberangkatan pelatihan Militer Jihad di Afghanistan dan Philipina serta memberikan dakwah yang membangkitkan semangat ajaran jihad fi sabililah (perang) terhadap anggota Jamaah Islamiyah. Akibatnya yang tersangkut berbagai tindakan kekerasan diberbagai tempat di Indonesia; (Dengan alasan diatas, maka Terdakwa Ba'asyir telah terbukti “Turut Serta” melakukan Tindak Pidana MAKAR dengan maksud menggulingkan Pemerintahan yang sah. Karena itu Dakwaan Kesatu Subsidair telah terbukti menurut hukum (Pasal 170 ayat 1 jo. Pasal 55 (1) ke 1 KUHP);
·         Mengenai Dakwaan Kedua Pasal 266 (1) KUHP, Majelis berpendirian bahwa terdakwa masih mempunyai stauts kewarganegraan Indonesia (WNI);(dengan demikian, pencantuman kewarganegaraan Terdakwa didalam “KTP” nya tersebut sebagai orang WNI adalah sah menurut hukum dan karenanya tidak dapat dikualifikasikan sebagai “Menyuruh dan memasukkan keterangan palsu kedalam suatu Akta Otentik (KTP);(Karena unsur Pasal 266 (1) KUHP dalam dakwaan kedua tidak terpenuhi, maka terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kedua tersebut;)
·         Mengenai dakwaan Ketiga Pasal 263 (1) KUHP, Majelis Hakim berpendirian bahwa terdakwa telah terbukti membuat “Surat Pernyataan” yang isinya belum pernah pindah alamat dari desa Cemani, Kab. Sukoharjo, sebagai syarat untuk menerbitkan “KTP” yang diminta terdakwa; Padahal kenyataannya, terdakwa sudah pernah pindah dan berdiam di Malaysia selama 14 tahun, dengan kata lain Surat Pernyataan tersebut : PALSU. Apa yang dilakukan terdakwa tersebut merugikan/mengacaukan Administrasi Pemerintahan ic. Bidang Kependudukan (“Dengan demikian unsur Dakwaan Ketiga Pasal 263 (1) KUHP telah terpenuhi, sehingga terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana “Pemalsuan”);
·         Mengenai Dakwaan Keempat Primair; terdakwa pernah berada di Luar Negeri selama +/- 14 tahun, namun belum ada Pengumuman Resmi dari Pemerintah ic. Menteri Kehakiman dan HAM RI tentang hilangnya kewarganegaraan terdakwa atau dengan kata lain terdakwa belum dapat dikategorikan sebagai WNA (Maka terdakwa harus dibebaskan dari Dakwan Keempat Primair ex Pasal 53 UU No. 9 tahun 1992);
Mengenai Dakwan Keempat Subsidair; Pasal 48 UU No. 9 Tahun 1992 Keimigrasian. Majelis berpendirian bahwa terdakwa dari dan ke Indonesia tanpa melalui pemeriksaan Imigrasi setempat atau illegal (Maka terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 48 UU No. 9 Tahun 1992 (keimigrasian) dalam Dakwaan Keempat Subsidair.

·         Hal yang memberatkan:
Terdakwa sudah pernah dihukum
·         Hal yang meringankan :
Terdakwa sopan dan kooperatif dalam persidangan;
Terdakwa berusia lanjut 65 tahun.

MENGADILI:
-          Menyatakan terdakwa Ba'asyir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:
1.      Dakwaan Kesatu Primair;
2.      Dakwaan Kedua:
3.      Dakwaan Keempat Primair.
Membebaskan terdakwa dari Dakwaan diatas;
-          Menyatakan terdakwa Ba'asyir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana:
1.       Turut Serta, melakukan Tindak Pidana Makar, dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintahan (Pasal 107 (1) jo. 55 (1) ke 1 KUHP);
2.       Membuat Surat Palsu (Pasal 263 (1) KUHP);
3.       Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia tanpa melalui Pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di tempat pemeriksaan Imigrasi (Pasal 48 UU No. 9 Tahun 1992);
-          Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun;
-          Menetapkan hukuman tersebut dikurangkan seluruhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan;
-          Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI:
PERTIMBANGAN HUKUM:
·         Terdakwa dan JPU menolak Putusan PN Jakarta Pusat dan masing-masing mengajukan pemeriksaan banding ke PT. DKI Jakarta;
·         Majelis Hakim Banding setelah meneliti pertimbangan hukum putusan PN Jakarta Pusat, khususnya tentang Dakwaan Kesatu Subsidair, Pasal 107 (1) jo. Pasal 55 (1) ke 1 KUHP, tentang pengertian hukum “Makar” ternyata Majelis Hakim Pertama telah keliru menilai fakta perbuatan terdakwa berupa:
1.      Menyetujui/merestui rencana peledakan bom pada Gereja-gereja di Indonesia, yang kemudian ternyata benar dilaksanakan;
2.      Menyetujui/merestui keberangkatan beberapa orang/saksi Suyudi Mas’ud – Utomo Pamungkas dll ke Afghanistan dan Mindanao Philipina.
Sebagai perbuatan pelaksanaan dari niat untuk menghancurkan atau merubah secara tidak sah bentuk Pemerintahan menurut UUD 1945 (MAKAR);
Persetujuan terdakwa atas peledakan bom di Mall Atrium; di gereja-gereja di berbagai tempat di Indonesia; Paddys Club; Sari Café di Kuta Bali “bukanlah” perbuatan pelaksanaan niat untuk menggulingkan pemerintahan, dan yang menjadi sasaran “bukan” ditujukan kepada simbol-simbol negara. Tindakan peledakan tersebut adalah Tindak Pidana Terorisme, dan bukan Makar (Maka “unsur makar” untuk menggulingkan Pemerintah adalah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu, baik Primair maupun Subsidairnya); Karena itu Putusan PN tentang Dakwaan Kesatu Subsidair, Pasal 107 (1) jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP harus dibatalkan, dan Majelis Hakim Banding akan mengadili sendiri;
·         Dakwaan Kedua, Pasal 266 ayat 1 KUHP, oleh Majelis Hakim PN, terdakwa telah dibebaskan (Jaksa Mengajukan Kasasi), maka atas “Dakwaan Kedua” ini tidak dipertimbangkan atas dasar pemeriksaan banding tidak memeriksa putusan bebas;
·         Dakwaan Ketiga, Pasal 263 (1) KUHP, Majelis Hakim Banding sependapat dengan pertimbangan dan putusan hukum Majelis Hakim Pertama, dan karenanya diambil alih sebagai pertimbangan hukum PT sendiri;
·         Mengenai Dakwaan Keempat, Karena tidak adanya bukti kuat yang menunjukkan terbuktinya Dakwaan Keempat Primair, maka terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Keempat Primair;
Mengenai Dakwaan Keempat Subsidair, terbukti bahwa terdakwa bermukim di Malaysia selama +/- 14 tahun, kembali ke Indonesia tahun 1999 dan berdiam di Ngruki, Desa Cemani, Kec. Grogol, Kab. Sukoharjo. Dari hasil penelitian Imigrasi tidak diketemukan data bahwa terdakwa baik dengan nama Abu Bakar Ba’asyir, atau memakai nama lain, Abdus Somad bin Abud memasuki wilayah Indonesia melalui pemeriksaan Pejabat Imigrasi  (Maka terdakwa terbukti melakukan tindak pidana Dakwaan Keempat Subsidair Pasal 48 UU No. 9/Tahun 1992)

Majelis Hakim Banding tidak menemukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf atas perbuatan pidana terdakwa; sehingga terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam “Dakwaan Ketiga” Pasal 263 (1) KUHP dan “Dakwaan Keempat Subsidair” Pasal 48 UU No. 9 Tahun 1992;

Mengenai hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan, Majelis Hakim Banding sependapat dengan Majelis Hakim Pertama, dan selanjutnya diambil alih sebagai pertimbangan Majelis Hakim Banding;

MENGADILI:
-          Menerima permohonan banding dari Penasehat Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
-          Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 547/Pid.B/2003/PN.Jkt.Pst yang dimohonkan banding.

MENGADILI SENDIRI:
-          Menyatakan Terdakwa Ba'asyir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Perbuatan Pidana dalam:
o   Dakwaan Kesatu, Primair dan Subsidair;
o   Dakwaan Keempat – Primair
o   Membebaskan Terdakwa dari “Dakwaan Kesatu Primair – Subsidair” dan Dakwaan keempat Primair”.
-          Menyatakan Terdakwa Ba'asyir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Perbuatan Pidana
I.       “Membuat Surat Palsu”
II.    “Masuk Ke Wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh pejabat Imigrasi di tempat pemeriksaan Imigrasi;
-          Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 3 (tiga) tahun.
-          Menetapkan lamanya terdakwa dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
-          Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.
-          Memerintahkan barang bukti … dst … dst ... dst …

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
PERTIMBANGAN
Terdakwa dan JPU menolak putusan Pengadilan Tinggi Jakarta (PT) dan mengajukan pemeriksaan kasasi ke MA;
·         Majelis Mahkamah Agung menilai semua keberatan kasasi yang diajukan oleh JPU tidak dapat dibenarkan, karena Judex Factie ic. PT tidak salah menerapkan hukum dalam perkara ini. Tambahan lagi semua keberatan tersebut merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, yang tidak dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi … dst … dst …
·         Pemohon kasasi tidak dapat membuktikan bahwa putusan Judex Factie adalah pembebasan yang tidak murni, dan hanya mengajukan alasan-alasan penilaian hasil pembuktian yang bukan merupakan alasan mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan bebas;
(Maka Permohonan Kasasi oleh JPU menurut UU secara formil tidak dapat diterima) sebaliknya permohonan oleh Penasehat Hukum dapat diperiksa;
·         Terlepas dari semua keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Penasehat Hukum Terdakwa, Maka Majelis MA dalam perkara ini mempunyai pendapat yang sama dengan pertimbangan hukum dalam putusan Judex Factie (Putusan PT), sehingga dijadikan sebagai pertimbangan Majelis Mahkamah Agung sendiri;
·         Namun pemidanaanya MA tidak sependapat dengan Putusan Judex Factie, karena ternyata Judex Factie telah salah menerapkanb hukum tentang pemidanaan (menjatuhkan hukuman). Ternyata Judex Factie tidak memberikan pertimbangan yang cukup sebagaimana uang ditentukan oleh Pasal 97 ayat 1 huruf f KUHAP yang menentukan hakim harus mempertimbangkan tentang hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan pemidanaan
·         Mengenai hal-hal yang memberatkan pemidanaan, Judex Factie telah cukup dipertimbangkannya, namun mengenai hal-hal yang meringankan pemidanaan masih belum dipertimbangkan oleh Judex Factie, yaitu:
1.      bahwa dalam praktek banyak sekali penduduk desa yang meninggalkan desanya dalam waktu yang lama dan setelah pulang, mereka mendaftarkan kembali sebagai penduduk desa asalnya kembali;
-          bahwa untuk mempermudah persayaratan administrasi, yang bersangkutan harus mengisi formulir fddalam kolom keterangan “tidak pernah meninggalkan desa”;
-          bahwa praktek tersebut tidak pernah dipersoalkan, karena hanya sekedar administratif dan orang tersebut secara pribadi telah dikenal sebagai warga desa yang bersangkutan;
-          dalam hal tersebut diatas, juga terjadi pada kasus terdakwa dalam perkara ini;
2.      Lamanya pidana yang akan dijatuhkan, haruslah sepadan dengan tujuan pemidanaan yang harus bersifat deduktif, kotektif dan preventif dan tidak bersifat balas dendam;
3.      lamanya pidana yang akan dijatuhkan supaya lebih sesuai dengan Rasa Keadilan.
Berdasar atas pertimbangan tersebut, Maka Majelis MA memberi putusan sebagai berikut:

MENGADILI:
-          Menyatakan tidak dapat diterima, Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi – Jaksa Penuntut Umum;
-          Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Abu Bakar als. Abu Bakar Ba'asyir bin Abud Ba'asyir als. Abdus Samad;
-          Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 168/Pid/2003/PT.DKI yang telah membatalkan Putusan PN Jakarta Pusat No. 547/Pid.B/Pn.Jkt.Pst.

MENGADILI SENDIRI
-          Menyatakan Terdakwa Abu Bakar Ba'asyir tidak terbukti, secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum:
o   Dakwaan Kesatu Primair – Subsidair;
o   Dakwaan Kedua dan;
o   Dakwaan Keempat Primair;
-          Membebaskan Terdakwa Tersebut dari Dakwaan Kesatu Primair dan subsidair Dakwaan Kedua serta Dakwaan kempat Primair;
-          Menyatakan terdakwa Abu Bakar als. Abu Bakar Ba'asyir bin Abud Ba’asyir als. Abdus Samad TERBUKTI secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana:
1.      “Membuat Surat Palsu”;
2.      “Masuk dan keluar wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi ditempat pemeriksaan Imigrasi;
-          Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan;
-          Menetapkan hukuman yang telah dijatuhkan tersebut dikurangkan seluruhnya dari lamanya Terdakwa berada dalam tahanan;
-          Menetapkan barang-barang bukti dalam perkara ini … dst … dst …

CATATAN:
Hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini ialah dari Putusan Mahkamah Agung yang membenarkan pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi DKI tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Perbuatan terdakwa yang terbukti dalam perkara ini berupa:
-          menyetujui/memberi restu atas rencana peledakan bom di Gereja di beberapa tempat di Indonesia, peledakan bom di Paddy’s Club dan Sari Café di Bali serta Mall di Atrium Plaza dan penyerangan atas kepentingan Amerika Serikat di Singapore;
-          menyetujui/merestui keberangkatan saksi Suyadi Mas’ud Utomo Pamungkas dll ke Afghanistan dan Mindanao Philipina (jihad);
-          Dakwah-dakwah oleh terdakwa.
Bukan merupakan perbuatan pelaksanaan niat untuk menggulingkan Pemerintah yang sah sebagai MAKAR, sebagaimana yang disebutkan dalam: Dakwaan Kesatu Primair: Pemimpin dan Pengatur Makar, ex Pasal 107 (2) KUHP dan Dakwaan Kesatu Subsidair: Turut Serta makar, ex. Pasal 107 (1) jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP, karena sasaran/target peledakan bom-bom termaksud bukan ditujukan kepada simbol-simbol Negara RI atau Pemerintahan atau Pimpinan Pemerintahan yang sah. Peledakan bom-bom tersebut adalah terorisme bukan makar;

Dari segi lain, Judex Factie salah dalam menerapkan hukum tentang penjatuhan pidana/hukuman kepada Terdakwa. Judex factie tidak memberi pertimbangan yang cukup tentang hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan seperti yang ditentukan dalam Pasal 97 ayat 1 huruf f KUHAP. Karena salah menerapkan hukum tersebut, maka Konsekwensi juridisnya putusan Judex Facti – Pengadilan Tinggi – a’quo dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung kemudian mengadili sendiri perkara ini.
Demikian catatan atas kasus diatas.

Ali Budiarto

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 547/Pid.B/2003/PN.Jkt.Pst, tanggal 1 September 2003;
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 168/Pid/2003/PT.DKI, tanggal 21 Oktober 2003;
Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 29.K/Pid/2004, tanggal 3 Maret 2004.

SOAL 3
PASAL 87 KUHP, SYARAT PERMULAAN PELAKSANAAN PADA MAKAR

Dalam Buku KUHP karangan R.Soesilo, bunyi Pasal 87. : Makar (aanslag) sesuatu perbuatan dianggap ada, apabila niat si pembuat kejahatan sudah ternyata dengan dimulainya melakukan perbuatan itu menurut maksud pasal 53.
Penjelasan :
1.                  Perbuatan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian makar. Yang masuk dalam pengertian ini hanyalah perbuatan – perbuatan pelaksanaan. Makar secara mutlak perlu adanya suatu permulaan dari tindakan pelaksanaan, seperti yang dimaksud pasal 53 KUHP.
2.      Tindak pidana tersebut berupa serangan yang ditujukan kepada presiden atau wakil presiden dengan maksud hendak membunuh, merampas kemerdekaan dan menjadikan tidak cakap memerintah. Pelaku tindak pidana harus tahu dan sengaja bahwa tindakannya itu ditujukan kepada kepala Negara. Supaya dapat dihukum, tindakan itu harus sudah mulai dengan tindakan pelaksanaan. Untuk makar (penyerangan) ini tidak diperlukan unsur perencanaan terlebih dahulu, cukup apabila unsur “sengaja” telah ada.


SOAL 4
PASAL 108, PEMBERONTAKAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MAKAR
Dalam Buku KUHP karangan R.Soesilo, bunyi Pasal 108. :
(1) Salah karena memberontak dihukum penjara, selama-lamanya lima belas tahun, yaitu:
1e.       barangsiapa melawan dengan senjata kepada kekuasaan yang telah berdiri di Negara Indonesia
2.e       barangsiapa yang dengan niat menentang kepada kekuasaan yang telah berdiri di Negara Indonesia, melawan atau menggabungkan diri pada gerombolan orang yang bersenjata untuk melawan kekuasaan itu.
(2)        Pemimpin atau pengatur pemberontakan, dihukum penjara secara umum hidup atau penjara sementara selam-lamanya dua puluh tahun.
Penjelasan :
Tidak dapat dikatakan memberontak bila perlawan atau serangan dengan senjata itu tidak dilakukan oleh orang banyak dalam hubungan organisasi, bila hanya dilakukan oleh seseorang atau dua orang saja dan tidak dalam hubungan organisasi, terhadap pegawai pemegang kekuasaan pemerintah, tidak masuk dalam arti pemberontakan, akan tetapi adalah suatu perlawanan yang diancam hukuman dalam pasal 212.
Untuk dapat digolongkan pada pemberontakan, perlawanan itu harus ditujukan kepada, kekuatan pemerintah yang sah, misalnya ditujukan kepada pejabat militer, pejabat pemda, pejabat kepolisian yang memegang kekuasaan pemerintahan setempat.
Untuk dapat dihukum menurut pasal ini, tidak perlu adanya unsur bermaksud akan mengganti atau merubah pemerintahan yang lama dengan yang lain. Cukup dengan maksud untuk melawan saja.Yang misalnya disebabkan karena tidak merasa puas dengan keadaan waktu itu, kemudian lihat pasal 110.













DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. Problema Yuridis Delik Makar Kasus Jama’ah Islamiyah Abu Bakar Ba’asyir.(online). www.kennywiston.com/artcmarc103.doc diakses pada 29 Agustus 2014. Diambil dari sumber:
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 547/Pid.B/2003/PN.Jkt.Pst, tanggal 1 September 2003;
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 168/Pid/2003/PT.DKI, tanggal 21 Oktober 2003;
Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 29.K/Pid/2004, tanggal 3 Maret 2004.
Bastyani, Heri. 2013. Analisis Kasus Makar. (online). http://herybastyani.blogspot.com/2013/06/analisis-kasus-makar.html. Diakses pada 29 Agustus 2014.
Law Community. Delik-Delik Khusus. (online). http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/delik-delik-khusus/ diakses pada 29 Agustus 2014.
Habib, Ahmad. 2012. Makar.(online). http://habiebahmadz.blogspot.com/2012/10/makar.html. Diakses pada 29 Agustus 2014.
Soesilo, R. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea.



Share:

0 komentar:

Post a Comment

Kita dalam Kata

BTemplates.com

Powered by Blogger.

Berita Harian

Pages - Menu

Popular Posts

Popular Posts